Seratus Delegasi Negara ASEAN Ikuti Konfrensi Ketenagakerjaan  

AcehNews.net|KUCING – Menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) terkait Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja, First Region Confrence on Developmet Law in Malaysia and the ASEAN Countries, menggelar Konferensi Ketenagakeerjaan di Kucing, Sarawak, Malaysia pada 13 -15 Januari 2016.

Dalam konfrensi ini, Indonesia diwakili oleh dua pembicara, yakni Parlindungan Purba, anggota DPD-RI mewakili pemerintah  dan advokat Lia Alizia dari firma hukum Makarim and Taira S. Kedua perwakilan Indonesia ini mengetengahkan perkembangan terkini ketenagakerjaan Indonesia menghadapi MEA dan Sistem Jaminan Sosial.

Parlindungan Purba dalam pidatonya, menyebutkan jumlah angkatan kerja di ASEAN terus meningkat di tengah kesempatan kerja yang tak lagi terbatas di tiap wilayah negara bersangkutan, hal ini memberikan dampak serius terhadap peraturan yang mengatur tenaga kerja asing yang ada di ASEAN.

Menurut Parlindungan lagi, bagi pemerintah Indonesia, kran delapan profesi  yakni insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi, medis, dokter gigi, dan akuntan pun terbuka bagi warga negara asing. Namun di saat yang sama pemerintah Indonesia terus mendorong dan membuat terobosan-terobosan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusianya sendiri terutama dalam hal keterampilan dan kompetensi bagi kebutuhan pasar MEA.

Parlindungan Purba menambahkan, ASEAN akan diuntungkan dengan pergerakan jumlah tenaga kerja yang bervariasi ini sehingga persaingan yang positif antar SDM dari berbagai negara ini diharapkan akan melahirkan tenaga kerja-tenaga kerja handal dan bermutu.

Sementara itu Lia Alizia yang mengangkat tema An Overview of the Indonesian National Social Security System atau Jaminan Sosial/BPJS Ketenagakerjaan  mengungkapkan bagaimana kondisi jaminan sosial bagi pekerja ini dengan segala keterbatasannya masih perlu revisi sana-sini, dan mendesak diperbarui mengingat BPJS (kesehatan dan kematian) terbilang baru menggantikan, Jamsostek. Sehingga masih terjadi kebingunan antar pekerja dan perusahaan akibat tidak jelasnya aturan atau tumpang tindihnya kebijakan.

Konfrensi yang disponsori Malaysian Society for Labour and Social Security Law, Malaysian current Law Journal dan Sarawak Convention Bereau diikuti sebanyak 100 delegasi juga membicarakan standar layak upah minimum pekerja, penting tidaknya serikat buruh, dan undang-undang perlindungan pekerja dari tiap perwakilan negara peserta. (arif)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *