Petani Gunung Leuser Temui  Dewan  

BANDA ACEH – Persatuan Petani Kawasan Kaki Gunung Leuser (PPKKGL) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menemui Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh beberapa waktu lalu,  terkait kasus dilaporkannya sekitar 65 petani ke Polda Aceh oleh Badan Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

Selain anggota Komisi II DPRA, pertemuan itu turut juga hadir perwakilan Komisi I, perwakilan Komisi V, Anggota DPRA Dapil VIII, Bappeda, Bappedal, Dinas Kehutanan, BPM, dan Polda Aceh.

Perwakilan dari PPKKGL, Yashut mengatakan,  dilaporkannya 65 petani ke Polda Aceh karena diduga membuka lahan perkebunan dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di Aceh Tenggara.

“BBTNGL tidak berprikemanusiaan dalam membabat tanaman masyarakat. Polda Aceh dalam proses penegakan hukum terkesan tebang pilih, karena petani yang hanya memiliki 1 atau 2 hektare lahan perkebunan langsung ditindak, sedangkan kasus besar lainnya tidak,” kata Yashut.

Yashut juga menyampaikan bahwa pada 29 Desember 2014, sekitar 2.000 warga melakukan aksi demo di gedung DPRK Aceh Tenggara, dan dalam aksi tersebut warga  bersama DPRK menyepakati lima poin kesepakatan, yaitu; menghentikan penebangan tamanan di kebun warga, melakukan ganti rugi terhadap tanaman yang sudah ditebang, harus ada upaya rekonstruksi tapal batas, penghijauan TNGL harus melibatkan warga sekitar, dan menghentikan perluasan kebun baru oleh warga.

Kemudian, kata Yashut kesepakatan ini dibatalkan sepihak oleh BBTNGL. “Kami tidak terima perlakukan seperti itu,  kami kecewa besar karena dalam pertemuan hari ini pihak BBTNGL tidak hadir,” kata Yashut.

Komisi I DPRA Bukhari menyampaikan, sangat kesal Kepala BBTNGL tidak hadir pada pertemuan yang difasiltasi Walhit Aceh tesebut. Kehadiran TNGL di Aceh Tenggara, menurut Bukhari terkesan belum memberikan dampak dan mamfaat bagi warga yang justru dari besaran luas Leuser lebih besar berada di Aceh.

“Kantor BBTNGL berada di Sumatera Utara, tenaga kerja direkrut di sana, dan ini harus menjadi catatan penting kedepan,” tegasnya.

Divisi Advokasi WALHI Aceh, M. Nasir, Aceh menyampaikan apa yang dialami oleh PPKKGL merupakan bagian dari contoh kasus lingkungan di Aceh. Kasus ini terjadi karena ada persoalan mendasar yang oleh negara belum mampu diberikan kepada warga yaitu mensejahterakan warga yang berada dipesisir hutan.  (saniah ls/rilis)

 

 

 

 

Tujuh rekomendasi yang disepakati yaitu:

  1. Menghentikan eksekusi tanaman yang berada dalam kebun dan ladang penduduk.
  2. Menghentikan kegiatan penebangan atau perluasan kebun yang ada disekitar TNGL.
  3. Kantor BBTNGL harus segera dipindahkan ke Aceh.
  4. Mendesak Pemerintah Pusat agar segera merekonstruksi tapal batas TNGL tanpa campur tangan pihak asing.
  5. Mendesak Pemerintah Aceh  membentuk tim terpadu untuk melakukan audiensi dengan Pemerintah Pusat (Menhut) dalam rangka mencari solusi dalam bentuk  putusan permanen tentang konflik warga sekitar kawasan TNGL.
  6. Pemerintah Aceh harus segera mengambil langkah-langkah konstruktif terkait permasalahan yang dialami oleh PPKKGL.
  7. Menghentikan sementara kasus-kasus yang terkait perambahan hutan dalam kawasan TNGL yang dilakukan oleh masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *