Mengatasi Stunting di Aceh, Sebuah Langkah yang Berpacu dengan Waktu

AcehNews.net – Upaya menurunkan prevalensi angka stunting di Aceh semkin gencar dilakukan. Satu diantaranya, dengan meluncurkan program Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA) oleh Pemerintah Aceh dalam upaya mempercepat penanganan stunting dan capaian imunisasi di Aceh.

Pj. Gubernur Aceh, Achmad Marzuki menugaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah selaku Kepala Satgas Penanganan Stunting Aceh mengawal gerakan tersebut di seluruh kabupaten/kota.

“Pelaksanaannya akan kita duplikasi seperti Gerakan Masker Aceh (GEMA), di mana setiap SKPA akan berpartisipasi dan terjun langsung ke kabupaten/kota yang telah ditentukan,” kata Taqwallah.

Sekda menjabarkan berbagai langkah dan upaya yang akan dilakukan pada pelaksanaan GISA yang akan dimulai pada September 2022 ini.

Tak hanya melibatkan SKPA, palaksanaan GISA juga akan melibatkan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh dan seluruh OPD KB di kabupaten/kota.

Kepala OPD KB Aceh Tengah, Alam Syuhada menerima secara simbolis buku SIGA dari Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Sahidal Kastri, yang disaksikan Sekda Aceh, Taqwallah. | Humas BKKBN Aceh

Sekda juga membagikan buku panduan pelaksanaan GISA kepada seluruh Sekda kabupaten/kota dan Kepala OPD KB kabupaten/kota serta SKPA yang akan bertugas di masing-masing kabupaten/kota yang telah ditentukan.

Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Sahidal Kastri, mengapresiasi GISA yang diluncurkan oleh Pemerintah Aceh, dalam upaya menjadi daya dorong bagi percepatan penanganan stunting dan imunisasi.

Ia menyebutkan angka stunting di Aceh masih berada di atas 30 persen atau masuk dalam 10 besar daerah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia.

“Kami optimistis dengan diluncurkannya GISA hari ini, maka target yang telah ditetapkan oleh Presiden, yaitu pada tahun 2024 angka stunting nasional bisa ditekan menjadi 14 persen akan terwujud,” katanya saat peluncuran GISA.

Ketua IDI Wilayah Aceh, Safrizal Rahman mengatakan, stunting sangat berpotensi menjadi masalah jangka panjang bagi Aceh jika tidak dilakukan penanganan yang serius. Hal ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Aceh dimasa depan dan masalah kesehatan lainya.

Sebagaimana diketahui Angka stunting Aceh termasuk tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, dengan angka 33,2 persen. Angka ini bahkan di atas angka rata-rata Nasional Indonesia yaitu 24,4 persen. Dari data kajian dan penelitian yang dilakukan beberapa pihak, terjadinya stunting 30 persen berasal dari masalah kesehatan, namun 70 persen diakibatkan masalah diluar kesehatan.

Ketua Konsorsium Perguruan Tinggi Untuk Percepatan Penurunan Stunting, Ichsan, mengatakan perlu sinergitas seluruh komponen masyarakat lintas sektor dalam penanganan stunting. Dalam penanganan stunting, sebaiknya memang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak. Masalah stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan memperbaiki sistem kesehatan, namun juga perbaikan secara ekonomi masyarakat.

Genderang perang melawan stunting memang sudah ditabuh sejak 2019 lalu. Kampanye demi kampanye pun dilakukan agar potensi stunting bisa dikurangi. Sayang, saat pandemi Covid-19 mendera, kampanye sempat terhenti.

Dalam sebuah pendataan di Gampong (desa) Bak Sukon, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, pada Juli 2022 lalu, menunjukkan, ada 18 anak dikatagorikan stunting di Gampong Bak Sukon dan puluhan keluarga lainnya berpotensi stunting. Hal ini dikarenakan ada sejumlah kategori potensi stunting terpenuhi pada warga.

Nindar, Kader KB Gampong Bak Sukon, mengakui jika warga memang tidak selalu antusias datang ke pos yandu untuk mendapat layanan kesehatan bagi ibu hamil, dan bayi serta balita.

“Sosialisasi sudah sejak lama dilakukan, tapi memang pelaksanaannya lamban, sebagian mau memahami penjelasan stunting, tapi sayang ekonomi yang lemah membuat mereka juga kesulitan, tapi selaku kader, kami terus memberikan pemahaman tentang stunting dan pemberian gizi yang sehat dan murah, agar angka stunting di gampong ini bisa turun,” jelas Nindar.

Penjelasan Nindar, tergambar pada Nurma (30), ibu dari Rahmat Alif (22 bulan). Sepintas Alif terlihat sebagai balita yang sehat, dengan tubuh gempal, tapi Alif dikatagorikan stunting.

Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Sahidal Kastri, menyerahkan bantuan pangan gizi kepada keluarga berisiko stunting di Aceh Besar. | Ampelsa

Pemenuhan gizi yang tidak seimbang dan kondisi rumah dengan higinitas yang kurang, menyebabkan Alif berpotensi stunting. Rumah Alif tak memiliki sumur dan jamban, sehingga untuk kebutuhan MCK, Nurma harus menggunakan sarana MCK umum milik desa.

Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menyebut ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi syarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan.

Ketersediaan sanitasi dan jamban yang layak ternyata sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak.

Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Sahidal Kastri, mengatakan, angka stunting di Aceh masih tinggi yakni 33,2 persen. Pemerintah Aceh menargetkan tahun ini diupayakan bisa turun mencapai 14
persen.

“Menurunkan angka stunting di Aceh tidaklah mudah. Namun kita harus tetap optimis dan bergandengan tangan serta saling mendukung sehingga minimal untuk dua tahun ke depan kita harus dapat melihat capaian-capaian yang konkret dan terukur. Terutama agar prevalensi stunting turun ke angka 14 persen pada 2024 sesuai target RPJMN 2020–2024, bahkan kelak diharapkan 0 (nol) pada 2030,″ ujarnya.

Stunting bukan hanya tentang masalah gagal tumbuh secara fisik. Lebih dari itu, stunting dapat mematikan masa depan seorang anak bahkan sebelum ia tumbuh dewasa, karena stunting mengindikasikan kemampuan kognitifnya”, sebut Sahidal.

Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan pada 2024, angka prevalensi stunting harus di bawah 14 persen. BKKBN yang menjadi penanggung jawab percepatan penurunan stunting.

Stunting bukanlah kutukan, stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu  hingga hilir,  potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.

Di Aceh, Gampong Bak Sukon bukan daerah satu-satunya yang memiliki angka stunting yang tinggi, masih ada Kabupaten Gayo Lues (42,9 persen) dan Kabupaten Pidie (39,3 persen) , yang memiliki angka stunting yang tinggi, dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Aceh dan pemangku kebijakan lainnya untuk menurunkan angka-angka tersebut. (*/PW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *