JAYAPURA | AcehNews.net – Perempuan Kampung Enggros, Kota Jayapura, Provinsi Papua memiliki hutan perempuan. Hutan yang sampai saat ini terus dijaga untuk perempuan dan menjadi tempat yang sangat privasi bagi kehidupan perempuan setempat.
Tonotwiyat, sebutan hutan perempuan bagi masyarakat Kampung Enggros yang memiliki luas 8 hektare, terletak tepat didepan kampung tertua di Kota Jayapura itu. Untuk bisa tiba di hutan itu dilakukan dengan menumpangi perahu cepat atau kole-kole, sebutan untuk perahu kayu.
Letak Tonotwiyat dikelilingi hutan bakau dan menjadi tempat bagi perempuan Kampung Enggros untuk mencari bia atau kerang. Bia-bia yang didapatkan, bisa untuk dijual kembali atau hanya sekedar untuk menjadi lauk makan bagi keluarga.
Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Provinsi Papua, menjelang Hari Kartini, 21 April, memilih hutan perempuan untuk dilihat dari dekat, bagaimana kegigihan perempuan Kampung Enggros menghidupi keluarganya, salah satunya dengan mencari bia di Hutan Perempuan.
Selain berbagi cerita dengan mama-mama yang ada di hutan perempuan, FJPI Provinsi Papua juga merayakan Hari Kartini di hutan tersebut dengan para perempuan tangguh di Hutan Perempuan.
“Kartini yang kita temui saat ini melakukan pekerjaan untuk orang banyak. Sang mama di hutan perempuan mencari makan untuk keluarganya dan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya,” kata Cornelia Mudumi, reporter iNews Jayapura yang ikut dalam kegiatan tersebut, Jum’at (20/4/2018).
Kata Conny, panggilan akrab Cornelia, sosok kartini saat ini tak bisa dipandang sebelah mata. Perempuan bukan lagi menjadi mahluk lemah yang harus berada di belakang laki-laki. Tapi, perempuan juga harus tampil didepan dengan segala kelebihannya.
Sementara itu, Mama Maria Meraudje (62) bercerita, hutan perempuan sangat privasi bagi kehidupan perempuan di kampung itu. Salah satunya dikarenakan, perempuan yang mencari bia di hutan itu harus tidak mengenakan apapun dalam mencari bia.
“Kebiasaan ini turun menurun. Jadi, kami percaya jika mencari bia dengan tidak mengenakan pakaian, maka bia akan cepat kita dapatkan. Berbeda jika kita menggunakan pakaian saat mencari bia, pasti badan kita akan gatal-gatal. Ini sebabnya, hutan perempuan tidak bisa didatangi oleh laki-laki,” ujar Mama Maria.
Kepala Kampung Enggros, Orgenes Meraudje menyebutkan hutan perempuan hanya bisa didatangi oleh perempuan. Ada sanksi adat bagi laki-laki yang secara sengaja datang di hutan itu.
“Akan ada peraturan kampung, agar hutan perempuan tetap dilindungi oleh semua pihak, bagi warga kampung dan orang luar yang datang ke kampung. Misalnya, tidak boleh menebang hutan sembarangan di hutan itu dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurut Orgenes, jika terus dilestarikan, hutan perempuan akan menjadi wisata alam yang bisa dikunjungi khususnya untuk perempuan. (saniah ls/ril)