Empat Organisasi Pers Kecam Keras Aksi Kekerasan Oknum Aparat Keamanan kepada Wartawan di Masjid Raya Sumatera Barat

PADANG | AcehNews.net – Empat organisasi pers, AliansiJurnalis Independen (AJI) Padang, Perwata Foto Indonesia (PFI) Padang, Ikatan Jurnalis Terlevisi Indonesia (IJTI) Sumatera Barat, dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) mengecam keras oknum aparat keamanan terhadap tindak kekerasan, intimidasi, dan penghalangan kerja jurnalistik saat pembubaran massa aksi di Masjid Raya Sumbar.

Sejumlah jurnalis yang sedang meliput di Masjid Raya Sumatera Barat pada Sabtu,(5/8/2023), mendapatkan kekerasan, intimidasi dan penghalangan oleh personil kepolisian. Saat itu, sedang terjadi kerusuhan dalam proses pemulangan masyarakat Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat, yang bertahan di lokasi, setelah menggelar demonstrasi sejak 31 Juli hingga 4 Agustus 2023 di Kantor Gubernur Sumatera Barat.

Dari data yang didapatkan AJI Padang, sedikitnya empat orang jurnalis yang menjadi korban. Jurnalis Tribunnews Nandito Putra, dipiting oleh polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sambil live streaming untuk medianya. Ia sebelumnya juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga berupaya direnggut.

Nandito menjelaskan, sekitar jam 15.30 WIB, dirinya sedang melakukan siaran langsung di Facebook Tribunpadang.com dan merekam situasi pemulangan warag Jorong Pigogah Pati Bubur di pelataran Masjid Raya Sumbar. Mulanya kegiatan
siaran langsung berjalan lancar tanpa ada gangguan. Setelah dua menit merekam kondisi warga, dirinya mengarahkan kamera ke arah aparat polisi yang sedang menarik-narik seorang perempuan.

“Saya mengikuti kerumunan itu hingga jarak lebih kurang tiga meter. Namun tiba-tiba saat saya merekam, tiba-tiba datang beberapa orang berpakaian preman dan menarik saya. handphone saya sempat diambil paksa. Lalu aparat tersebut menanyakan apa tujuan saya dan saya menjelaskan kalau saya sedang liputan,” ungkap Nandito Putra.

Dito baru dilepaskan setelah dua orang jurnalis menyampaikan protes kepada para polisi, karena rekan mereka diamankan. Namun saat upaya itu, petugas juga mengangkat kerah baju Fachri Hamzah, Jurnalis Tempo dan melontarkan ancaman. Selain Fachri, Aidil Ichlas Ketua AJI Padang juga mendapatkan ancaman dari petugas yang sama, saat berupaya melepaskan Nandito. Beberapa menit kemudian, sejumlah perwira dari Polresta Padang menengahi dan meminta maaf kepada Nandito, Fachri, dan Aidil atas peristiwa tersebut.

Tidak hanya itu, perilaku intimidasi juga dialami oleh Dasril, Jurnalis Padang TV. Saat itu, Dasril sedang mengambil gambar penangkapan salah satu pendamping dari LBH Padang. Tiba-tiba ada salah satu pihak dari kepolisian menghalangi kamera Dasril untuk merekam. “Sudah-sudah jangan direkam lagi,” kata salah seorang polisi kepada Dasril. Mendapatkan perlakuan tersebut, Dasril tetap melanjutkan.

Selain itu, Zulia Yandani (Lia), seorang jurnalis perempuan dari Classy FM juga mengalami kekerasan dalam kerusuhan itu. Lia saat itu baru selesai sholat dan mendengar kericuhan di lantai I Masjid Raya Sumbar. Karena melihat situasi memanas, ia lalu merekam peristiwa itu namun didatangi oleh sejumlah polisi, yang kemudian mengambil ponsel miliknya.

“Saya sudah menerangkan kalau saya wartawan, tetapi mereka tetap menarik saya dan mengangkat kedua kaki saya. Saya hendak dibawa ke mobil,” ceritanya.

Atas peristiwa itu AJI Padang, PFI Padang, IJTI Sumbar, dan FJPI berpandangan, bahwa tindakan yang dilakukan pihak kepolisian telah melanggar kebebasan pers. Padahal, Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers telah tegas mengatur tentang kerja-kerja jurnalistik.

Selain itu, tindakan intimidasi tersebut juga telah melanggar Pasal 18 Ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Oleh karena itu AJI Padang, PFI Padang, IJTI Sumbar, dan FJPI menyatakan sikap tegas sebagai berikut:

1. Mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap jurnalis yang sedang bertugas di Masjid Raya Sumbar.

2. Mendesak Kapolda Sumbar meminta maaf atas peristiwa intimidasi dan kekerasan yang dialami oleh sejumlah jurnalis di Masjid Raya Sumbar.

3. Meminta Kapolda Sumbar untuk memproses anggotanya yang melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Meminta Kapolda Sumbar memastikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangani aksi, tetap mengedepankan profesionalisme, persuasif dan menghormati kebebasan pers.

5. Mengapresiasi tindakan sejumlah perwira polisi dari Polresta Padang yang mencegah berlanjutnya kekerasan kepada tiga jurnalis dan langsung meminta maaf pada kesempatan itu.

6. Mengimbau jurnalis untuk tetap mematuhi kode etik jurnalistik.

Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Uni Lubis, secara terpisah, kepada AcehNews.net, mengecam tindakan kekerasan terhadap jurnalis dan mendukung enam poin dari pernyataan sikap AJI Padang, PFI Padang, dan IJTI Sumbar, serta mendorong teman-teman organisasi profesi jurnalis setempat untuk mengawal implementasi dari pernyataan tersebut.

“Jurnalis harus dilindungi dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya untuk menyampaikan kebenaran kepada publik,” tegas Uni Lubis, yang juga merupakan mantan anggota Dewan Pers dua periode, pada Ahad (6/8/2023) secara tertulis melalui WhatsApp. (San)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *