Berhenti Jadi Jurnalis, Perempuan ini Membuka Usaha Melukis Inai  

“Kerjanya nggak susah, modalnya kecil, dan hasilnya lumayan. Terpenting sambil bekerja (melukis inai) saya bisa menjaga anak,” kata Mimi, single parent (orang tua tunggal) berusia 34 tahun ini kepada AcehNews.net, Senin (16/3/2015) di sela-sela kesibukannya melayani pelanggan Alifia Inai di Banda Aceh beberapa waktu lalu.

Adalah Azminurti Tursina, mantan jurnalis perempuan di Harian Serambi Indonesia ini, memulai usaha melukis inai di Pasar Atjeh pada 2009. Dengan modal usaha Rp1 juta, Azminurti Thursina (34) menyewa lapak 2×2 meter di lantai bawah, membeli inai, kursi plastik, dan membuat spanduk nama tempat usaha sekitar.

“Sewa lapak Rp750 per bulan, sisanya Rp250 ribu lagi saya beli inai, kursi plastik, dan bikin spanduk nama tempat usaha,” sebut Mimi (panggilan akrabnya).

Sarjana Hukum Universitas Syiah Kuala tahun 2002, bersama seorang karyawannya waktu itu, merintis usaha yang per hari meraup omset Rp70 ribu dan kini pendapatan bersihnya terus naik Rp400 ribu hingga 800 ribu/hari. Usahanya ini pun telah menjadi sumber pendapatan bagi dia dan keluarganya.

Inai pengantin. Model Lia|Istimewa

Inai pengantin. Model Lia|Istimewa

“Melihat prospek usaha yang begitu cukup besar di ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh, Saya pun memulai usaha ini. Dulu ini menjadi usaha sampingan saya karena waktu itu masih berprofesi sebagai jurnalis. Pada 2012 saya berhenti dan fokus mengelola usaha yang per bulannya bisa meraup omset Rp6 juta,” kata anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Alm. Dawod Nya’ Musa dan Rohamah.

Enam tahun usahanya ini berjalan, kini Alifia Inai sudah memiliki empat karyawan. Karyawan-karyawannya ini dibayar gajinya per hari. Hitungannya 30 persen dari total pendapatan per hari yang diraup per karyawan. “Tidak semua karyawan bekerja di lapak, mereka ada yang saya tugaskan lapak di Hari Pekan, ada juga yang inai di tempat acara pengantin, dan ada juga yang dipanggil untuk inai penari,” jelas Mimi.

“Kalau Hari Pekan di Aceh Besar dulu itu yang terdekat, di Indrapuri dan Sibreh. Kalau inai penganti hampir di seluruh daerah di Aceh dan Medan. Alhamdulillah hasilnya lumayan, sehari bisa dapat Rp1,5 juta. Kalau di inai penganti saya sodorkan paket, dari Rp1 juta hingga Rp3 juta sekali inai. Sebulan bisa satu hingga dua kali,” kata Mimi.

Sekali inai mulai dari Rp10 ribu hingga Rp40 ribu (tergantung kesulitan dan warna inai yang digunaka). Mimi pun mengaku, dia belajar inai dari mantan suaminya yang juga seorang seniman. Awalnya dia melihat mantan suaminya itu menginai kemudian tertarik dan ingin belajar.

“Penting itu ada keinginan ingin terus belajar, karena kan menginai itu juga ada unsur seninnya, seni melukis. Jadi terus belajar dan update motif-motif yang lagi tren di internet. Jangan kalau pelanggan minta dilukis inai motif yang diinginkan terus kita mengecewakan mereka, itu tidak boleh terjadi,”kata Mimi.

Prediksi Mimi benar, jika kini melukis inai sudah menjadi tren dan gaya hidup masyarakat di kota kelahirannya ini. Pelanggannya tidak saja dari kalangan remaja, namun tidak sedikit juga orang tua dan anak-anak. “Kalau tato kan dilarang agama kita, tetapi kalau melukis inai kan tidak ada larangan, sah shalat. Terus bertahan seminggu hingga dua minggu, jadi bisa lukis inai dengan motif lainnya,” tuturnya menanggapi bansa pasar usahanya ini.

Tato inai mulai diminati warga Aceh dan menjadi tren dikalangan remaja. Sehingga usahanya ini pun tak pernah sepi dari pelanggannya dari berbagai kalangan usia. Penghasilan per bulan yang diraupnya, aku Mimi lebih dari cukup.  Dan dia pun kini sedang membuka jaringan usahanya ini di tempat yang lain.

Untuk memuaskan pelanggannya sesuai dengan mottonya “pelanggan puas, rezeki pun mengalir”, Mimi terus meng-update motif, mulai dari motif  tato, Arab, Yunani, Romawi, suku Indian, krawang Aceh, dan hingga tokoh kartun anak-anak. Kini Alifia Inai sudah memiliki sekitar seratusan motif yang dikuasai penginainya. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *