Di Desa Rinon, Pulo Aceh
Anak Perempuan Tamat SD Sudah Menikah  

ACEH BESAR – Sudah lama di Gampong (desa) Rinon, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, anak perempuan tamat sekolah dasar (SD), usia 12 tahun, sudah dinikahkan dengan lelaki usia 15 atau 16 tahun.

Kondisi ini terjadi lantaran di desa terisolir tersebut sulitnya  di sana melanjutkan sekolah ke tingkat SMP/sederajat karena ketiadaan biaya dan juga lokasi sekolah yang begitu jauh dari tempat tinggal mereka.

Kasus pernikahan dini ini memang sudah sejak lama. Menurut mantan Keuchik Rinon, Mustafa yang pernah menjabat dari 2009 hingga 2013. Pertama karena persoalan perekonomian, juga karena takut terjadi seks bebas dikalangan remaja.

“Kalau anak mereka sudah saling suka, orangtua biasanya menikahkan anak mereka. Meski anak mereka baru tamat SD atau SMP. Si anak juga tidak menolak. Orangtua punya alasan karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan juga tidak ada biaya untuk melanjutkan tingkat SMP/sederajat, sebab jarak sekolah yang begitu jauh, sekitar 16 kilomoter dari tempat tinggal,” jelas Mustafa kepada AcehNews.net beberapa waktu lalu di Desa Pasie Janeng, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar.

Permasalahan pernikahan dini mengemuka, ketika salah seorang Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Kecamatan Pulo Aceh, meminta agar Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BkkbN) Aceh segera melakukan sosialisasi bahayanya pernikahan dini dilakukan pada usia sekolah dasar dan SMP.

“Kami berharap, BkkbN provinsi segera melakukan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan di desa binaan kami. Sebab di desa binaan kami ini, tamat SD, anak perempuan sudah menikah dengan laki-laki tamat SMP atau masih duduk kelas 2 SMP,” ujar Fitriwati PLKB yang belum diangkat PNS di Kecamatan Pulo Aceh.

Hal ini dibenarkan lagi oleh matan Keuchik Rinon, Mustafa yang menyebutkan, jumlah penduduk di desa yang pernah dipimpinnya itu berjumlah sekira 290 jiwa yang rata-rata hanya menamatkan sekolah tingkat SD.  “Paling tinggi itu kelas 2 SMP, habis itu ya nikah,” kata Mustafa lagi.

Di Desa Rinon, masyarakatnya bekerja sebagai petani dan nelayan tersebut sejak dia menjadi kepala desa, Mustafa mengaku sudah bisa menaikan usia perkawinan dari 12 tahun bagi perempuan, naik menjadi 15 tahun. Sedangkan lelaki dari usia 15 tahun naik menjadi 17 hingga 18 tahun.

Akibat perkawinan usia muda, Mustafa tidak menafikan, tingginya angka perceraian dan juga kematian bayi dan ibu di sana. “Alasan bercerai karena lelaki sudah bosan dan ingin menikah lagi dengan perempuan lain. Bahkan ada yang sudah menikah tiga kali dalam usia yang masih muda,” tutur Mustafa.

Untuk itu Mustafa meminta agar masalah ini menjadi perhatian serius dari pemerintah daerah maupun Pemerintah Aceh sendiri. Selain karena faktor ekonomi, latar belakang pendidikan orangtua, dan juga sulitnya untuk melanjutkan sekolah tingkat SLTP/sederajat karena lokasi sekolah yang begitu jauh dari tempat tinggal. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *