Pencarian Giok Dilakukan tidak Benar,
Walhi Prediksi Hutan Aceh akan Rusak 1 Juta Hektare  

BANDA ACEH – Jika penambangan batu alam dan pengambilan batu giok tidak dikontrol dan dilakukan dengan cara baik oleh para penambang, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh memprediksikan kerusakan hutan di provinsi paling ujung Pulau Sumatera ini, Aceh, akan rusak 1 juta hektare.

“Perburuan batu giok secara besar-besaran atau melibatkan alat berat oleh pemburu batu, akan berdampak pada kerusakan alam. Tetapi, jika pengambilan batu alam dilakukan secara tradisional, maka dapat memperlambat terjadinya kerusakan lingkungan, dibandingkan pengambilan secara besar-besaran,”papar Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, dalam seminar Ekspoitasi Batu Alam (Giok) Terhadap Kelestarian Hutan dan Lingkungan, di Banda Aceh, beberapa waktu lalu, 27 Maret 2015.

Direktur Walhi Aceh ini menyebutkan, pada 2014, kerusakan hutan di Aceh sekitar 846 hektare, maka pada 2015, bisa mencapai satu juta hektare. Untuk itu, M. Nur meminta agar hal itu diantisipasi sejak awal.

Kepala Dinas Kehutan Aceh, Husaini Syamaun mengungkapkan, selama perburuan batu alam tidak memasuki hutan lindung itu tidak dipermasalahkan. Karena jika sudah menggali di kawasan hutan lindung, sama juga merusak hutan, yang dampaknya bisa terjadi banjir hingga longsor.

“Begitu juga melakukan penggalian secara terbuka itu dilarang, karena sudah jelas dilarang dalam undang-undang,” jelasnya.

Husaini mengatakan, aktivitas pencari batu hingga saat ini belum berdampak terjadinya kerusakan hutan. Namun demikian, kegiatan itu harus terus dikontrol sehingga penambang atau pencari batu tidak memasuki kawasan hutan lindung.

“Kita mengharapkan kepada masyarakat, melakukan sesuatu itu harus bermanfaat tanpa merugikan orang lain, seperti merusak hutan lindung. Merugikan orang lain itu hasilnya tidak halal kalau kita selaku umat beragama,” jelasnya.

Ketua Gabungan Pencinta Batu Alam (GaPBA) Aceh, Nasrul Sufi, yang juga hadir dalam seminar itu mengatakan, masyarakat Aceh masih berburu batu alam dengan cara tradisional, sehingga diyakininya dampak kerusakan lingkungan hingga menimbulkan bencana itu tidak akan terjadi.

Menurut Nasrul, bencana yang terjadi di Aceh selama ini, seperti tanah longsor hingga banjir bandang di Aceh sudah berlangsung sebelum maraknya pemburuan batu alam. Dia mencontohkan perburuan besar-besaran yang dilakukan di Thailand dan Burma, namun klaimnya tidak terjadi bencana. (agus)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *