Terkait Soal Nasib Gajah Sumatera di Aceh, ini Penjelasan BKSD

LHOKSUKON | AcehNews.Net – Kehidupan gajah Sumatera masih dalam ancaman. Rusaknya habitat dan terjadinya konflik, merupakan kondisi nyata yang dihadapi Elephas maximus sumatranus saat ini.

Hal ini tentu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya akibat pembukaan lahan baru yang terkadang tidak mengikuti tataruang yang ada dan juga pertambangan di kawasan Lauser. Sehingga angka kasus terjadinya konflik gajah liar dan manusia pun meningkat.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto, Juma’at (2/7/2021) menyebutkan, untuk populasi Sumatera di Provinsi Aceh sendiri, saat ini berdasarkan data tahun lalu, 2020, jumlah gajah Sumatera kisaran 500 hingga 550 ekor.

“Kemarin kita juga melakukan analisi data bersama lembaga Fauna Flora Internasional (FFI), kajian populasi juga melalui kotoran, tetapi data itu belum kita peroleh masih analisis. Untuk jumlah populasi gajah, masih kita gunakan data yang lama yaitu kisaran 500 hingga 550 ekor untuk seluruh Aceh,” sebut Agus.

Hasil analisis kemarin, melalui kotoran dan itu dimasukkan ke Lab. Menurutnya, apakah kotoran itu dari pengulangan individu yang sama, tidak perjumpaan langsung karena kalau perjumpaan langsung agak sulit.

Pembukaan Lahan baru

Di dalam penanganan konflik ada beberapa strategi yang digunakan, ini tidak hanya BKSDA yang melakukan upaya penaganannya. Kata Agus, karena sebagian besar saat ini gajah-gajah liar tersebut tidak hanya berada di dalam kawasan hutan tetapi juga ada di luar kawasan hutan.

“Melalui SK Gubernur, telah di bentuk Tim Koordinasi, tim satgas terpadu dalam hal ini yang melibatkan lintas sektoral yang diharapkan ikut berperan dalam upaya penanganan konflik yang terjadi,” terang Agus.

Selanjutnya ia menjelaskan, setiap pembukaan lahan baru maupun HGU, harus mengikuti aturan dan tataruang yang ada dan kalau mereka tidak mengikuti aturan dan tataruang.

“Dinas kehutanan sudah melakukan upaya-upaya misalnya saja daerah tersebut daerah perlintasan gajah, saat ada yang melakukan pengajuan izin untuk apa misalnya. Kita sudah melakukan kajian dengan mempertimbangkan kesesuaian terhadap wilayah lintasan satwa liar itu sendiri,” kata Agus.

Menurut Agus, kolaborasinya seperti itu yang coba dilakukan BKSDA. Yaitu, mencoba memasukkan wilayah-wilayah jelajah tersebut ke dalam tataruang, tidak hanya kawasan-kawasan hutan konservasi maupun hutan lindung, tetapi juga wilayah-wilayah pergerakan yang berada di di luar kawasan hutan.

“Sehingga nanti bisa tertangani secara koonprehensif tidak hanya dari peran pihak BKSDA tetapi juga dari pihak lainnya yang terlibat dalam penanganan konflik yang terjadi saat ini,” kata Agus.

Masih kata Agus, nantinya di sini ada pihak atau dinas terkait yang menyarankan agar melakukan penanaman tanaman yang memang tidak disukai oleh gajah “Inilah bentuk kolaborasi yang bakal kita lakukan,” ujarnya.

Keberadaan Gajah Jinak dan Serta Penanganannya

Gajah jinak di CRU Cot Girek, Aceh Utara. | Syahrul


Keberadaan Gajah jinak yang ditempatkan di tujuh Conservation Response Unit  (CRU) di seluruh Aceh untuk meminimalisir angka konflik gajah dengan warga, namun belakangan ini keberadaan gajah jinak pun terancam karena tingginya angka serangan gajah liar terhadap gajah jinak.

“Sekarang ini ada sekitar 27 ekor gajah jinak yang tersebar di seluruh Aceh yang kita tempatkan di tujuh Conservation Response Unit (CRU), termasuk juga beberapa di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sare,” ujar Kepala BKSDA Aceh lagi.

Pasca kematian empat ekor gajah jinak pada 2020 lalu, lanjutnya, pihak BKSDA tidak akan melakukan penambahan lagi.

“Kita tidak akan melakukan penambahan, kecuali nanti kita membutuhkan daerah segar untuk regenerasinya dan bukan tidak mungkin. Karena untuk penangkapan, apalagi untuk penanganan konflik, tidak kita lakukan lagi,” tegas Agus.

Saat ini, lanjutnya, BKSD Aceh lebih kepada translokasi dimana agar tidak terjadi konflik lagi. Ia memberi contoh, misalnya wilayah mana yang terjadi konflik maka akan dilakukan penutupan dengan sistem barier dan gajah yang berada di luar barier akan digiring supaya masuk ke dalam areal.

Dirinya menjelaskan, barier itu adalah wilayah gep-gep penghalang dengan berbasis alami yang berada di wilayah Cot Girek. “Misalnya barier alaminya itu bagus seperti tebing-tebing terjal yang menghalangi gajah liar masuk keperkebunan ataupun pemukiman warga,” ujarnya.

Namun disela-sela barie alami tadi, kata Agus, masih ada gep-gep yang bisa membuat gajah-gajah liar keluar masuk perkebunan maupun pemukiman warga.

“Nah gep-gep tersebutlah yang nanti akan kita coba tutup, misalnya gajahnya ada di luar maka akan kita giring masuk ke areal trans lokasi. Itulah yang bakal kita lakukan di mana trans lokasi kita lakukan masih di habitat alaminya yang berada di wilayah tersebut,” jelasnya lagi.

Saat ini, kata Agus, pihaknya masih melakukan pendataan berapa panjang gep-gep yang dibutuhkan untuk meminimalisir konflikb-konflik yang terjadi.

Kematian Gajah

Pasca kematian empat ekor gajah jinak pada 2020 lalu, Agus menjelaskan, bahwa kematian gajah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.

“Kematian gajah tersebut rata-rata karena diserang penyakit, ada yang memang penyakit yang sudah menahun dan ada juga imbas serangan gajah liar,” ungkap Agus.

Pihak BKSD Aceh, bebernya, secara rutin per tiga bulan sekali melakukan pengecekan cacing dan juga kesehatan lainnya.

“Saat ini kita mencoba membuat kandang sistem pagar pakek power fensing (Pagar Kejut) untuk melindungi gajah kita,” ucap Agus.

Dimana, pihaknya sudah melakukan hal itu di beberapa tempat yang angka serangan gajah liar ke gajah jinak tinggi, seperti di Bener Meriah dan Pidie, sedang berproses.

“Termasuk di Aceh Utara ini sudah ada lokasinya kita tinggal membangun mungkin tahun ini akan kita bangun, dan itu bentuk antisipasi serangan gajah liar terhadap gajah jinak,” ucapnya lagi.

Pakan Gajah

Terkait pakan gakah, Agus menjelaskan,
penyediaan pakan gajah jinak sendiri itu disesuaikan dengan bobot tubuh. BKSD Aceh setiap hari berupaya memberikan baik yang ter alokasikan, untuk pakan tambahan dan juga pakan-pakan rutin lainnya dengan cara melakukan pengangonan.

“Kalau untuk kebutuhan buah-buahan, tebu itu kita beli. Untuk anggaran pakan per ekor gajah itu relatif dan cukuplah untuk kebutuhan gajah saat ini, dan juga kita dibantu oleh mitra-mitra kerja kita,” demikian tutup Agus. (Syahrul)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *