Praktisi Hukum di Aceh Pertanyakan Kasus Mantan Bupati Abdya  

BANDA ACEH|AcehNews.Net – Kasus Mantan Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim terkait pembelian tanah negara untuk mendirikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dipertanyakan oleh banyak praktis hukum di Aceh dalam acara bedah kasus dengan tema “Tanah Negara dan Upaya Penegakan Hukum” Study kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi lokasi PKS Abdya  beberapa waktu lalu di Banda Aceh.

Pada kesempatan itu, praktisi hukum, Mawardi Ismail memaparkan, bahwa dalam berkas penyilidikan kasus ini, dia menilai banyak kejanggalan yang didapatkan sehingga perlu penjelasan dari pihak penyidik yaitu Polda Aceh. Karena menurutnya, apabila tidak diperjelas maka nantinya akan menjadi pertanyaan besar oleh masyarakat.

Mawardi mengatakan, dalam berkas yang dibuat penyidik pada pasal 51 Tahun 2003 tentang Agraria yang tertulis dalam berkas tersebut Peraturan Presiden (Perpres), padahal pada tahun yang sama yaitu 2003,  masih berbentuk Keputusan Presiden (Kepres) dan bukan Perpres, sebagaimana yang dibuat penyidik.

“Sudah saya lihat tidak ada Perpres Tahun 2003, yang ada Kepres, Ini sangat bahaya walaupun kalau misalnya salah penulisan yang ditulis oleh penyidik dan ini sangat fatal dalam hukum, kalau bagi pengacara salah penulisan ini bisa salah satu cara membebaskan tersangka dari tuduhan,”katanya.

Terkait barang bukti yang diambil oleh penyidik, lanjut Mawardi, dalam kasus ini, penyidik hanya mengambil barang bukti sertifikat tanah, padahal masih banyak barang bukti lain yang bisa diambil oleh penyidik, misalnya akte jual beli yang dikeluarkan oleh Notaris.

“Pertanyaanya, kenapa kemudian penyidik tidak mengambil barang bukti lainnya? Penyidik harus siap menjelaskan ini semua ke publik,”kata praktisi hukum dalam acara bedah kasus yang diselenggarakan oleh Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh beberapa waktu lalu di salah satu warung kopi di Banda Aceh.

Pengacara Zaini Djalil menambahkan,  dalam kasus ini, penyidik Polda Aceh juga perlu memeriksa penjual tanah. Dan tidak hanya meproses secara hukum, tetapi penjualnya juga harus diproses, karena penjual yang lebih mengetahui posisi tanah itu, apakah tanah negara atau bukan, kalau memang tanah negara kenapa penjual berani menjual tanah tersebut yang jelas-jelas sudah menjadi tanah negara, tutur Zaini Djalil.

“Saya menduga bahwa proses hukum mantan Bupati Abdya ini seperti terlalu dipaksakan apabila melihat proses hukum yang sudah berlaku. Kasus ini terlalu cepat ditetapkan tersangka, seharusnya, menurut saya, pihak penyidik perlu mengumpulkan bukti-bukti yang banyak, Sehingga ketika di pengadilan berani membuktikan bahwa tersangka bisa dijadikan pidana,” katanya.

Selain itu, Zaini Djalil juga mengatakan, dia melihat kasus ini ada unsur politik, ada indikasi bahwa kasus ini terlalu dipolitisir karena sudah mendekati Pilkada 2017. “Saya juga sebagai politisi, ada dugaan kasus ini berbau politik, semoga penilaian saya ini salah, dan semoga kasus ini bisa diselesaikan, semua masyarakat wajib menghormati hukum, hukum tetap harus dijalankan,” kata Zaini.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menilai bahwa data yang selama ini didapatkan, GeRAK tidak mendapatkan adanya indikasi potensi kerugian keuangan negara.

Jelasnya, kalau dalam undang-undang tindak pidana korupsi ada beberapa unsur yang dinilai kalau kasus tersebut ada indikasi korupsi, misalnya kerugian keuangan negara dan unsur barang fiktif, tetapi kami tidak menemukan hal-hal tersebut, mungkin ada penilaian lain yang dilakukan oleh tim penyidik Polda Aceh, kata Askhalani.

GeRAK Aceh mengharapkan, penyidik Polda Aceh dapat menjelaskan kepada publik terkait kasus dugaan korupsi pembangunan pabrik PKS di Abdya yang sudah dilimpahkan ke pengadilan dan mulai disidangkan perkaranya hari ini, Senin (6/7/2015). (agus)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *