Pewira Tinggi Polri Jadi Ketua KPK, ICW Nilai Bagian dari Rencana Besar

JAKARTA | AcehNews. Net – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai proses seleksi dan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 seperti sebuah rencana besar.

Menurutnya, banyak catatan negatif yang dibiarkan berbagai pihak sejak tahap awal seleksi capim KPK hingga pemilihan Irjen Firli Bahuri pada Jumat (13/9) dini hari.

“Ini artinya, proses yang terjadi di Pansel Capim KPK, termasuk sikap politik Presiden Jokowi kemarin, dengan apa yang terjadi di DPR RI adalah sebuah proses yang seirama seolah menjadi bagian dari rencana besar,” kata Kurnia melalui keterangannya, Jumat (13/9).

Dengan kondisi seperti itu, Kurnia memprediksi pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin jauh dari harapan.

Kurnia menjelaskan tiga isu besar yang muncul selama seleksi capim KPK. Pertama, calon yang tidak patuh pada peraturan terkait penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Kedua, seleksi tersebut menurutnya tidak melibatkan atau tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat.

“Terkait rekam jejak buruk di masa lalu. Salah seorang figur yang dipilih oleh DPR merupakan pelanggar kode etik, hal ini diambil berdasarkan konferensi pers KPK beberapa waktu lalu,” kata Kurnia.

“Tak hanya itu, bahkan KPK telah membeberkan terkait pertemuan yang bersangkutan dengan salah seorang tokoh politik,” tambahnya.

Kurnia juga menyinggung keputusan merevisi UU KPK. Menurutnya hal itu semakin memperburuk agenda pemberantasan korupsi.

Dengan ini, ICW menggalang dukungan dari seluruh komponen masyarakat, akademisi, mahasiswa, jurnalis dan organisasi masyarakat sipil. Mereka mendesak pemerintah untuk menjauhkan kepentingan pemberantasan korupsi dari berbagai kepentingan politik, memperkuat pengawasan terhadap KPK, mendorong pegawai KPK dan jajarannya untuk memperkuat sistem pengawasan internal maupun organisasi.

“Mendesak Presiden Jokowi untuk bertanggungjawab dan menepati janji politiknya untuk memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi,” kata dia.

Komisi III DPR RI telah memilih Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK periode 2019-2023. Firli menjadi sorotan lantaran memiliki rekam jejak pernah melanggar kode etik ketika masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Ia diduga bertemu dengan salah seorang kepala daerah yang sedang diperiksa dalam kasus korupsi.

Sementara itu penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari menyatakan akan mundur dari posisinya. Tsani mengaku tak ingin bekerja untuk lembaga yang integritas pimpinannya meragukan.

“Iya [mundur] itu kan saya sudah ucapkan, semuanya sudah tahu,” kata Tsani saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (13/9).

Yang pasti saya tidak mau menjadi kaki tangan atau melayani orang-orang yang saya tidak bisa yakni integritasnya dan juga saya tidak yakin agenda-agenda pemberantasan korupsinya,” tambah dia.

Selain itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menyatakan mundur sebagai pimpinan KPK 2015-2019 setelah DPR memilih Firli Bahuri.

Hal itu diungkapkannya melalui surat elektronik yang dikirimkan ke seluruh pegawai KPK, Jumat (13/9).

“Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019,” kata Saut. (Teks: CNN Indonesia Photo: Kumparan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *