Pengamat Ekonomi dan GeRAK Aceh:
Perencanaan dan Pengelolaan Anggaran yang Buruk Sebabkan Aceh Miskin

BANDA ACEH | AcehNews.net– Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat, pada September 2020, jumlah penduduk miskin di Aceh sebanyak 833,91 ribu orang bertambah sebanyak 19 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2020 berjumlah 814,91 ribu orang.

Pada September 2019 lalu, sebelum pandemi Covid-19, kemiskinan Aceh sebesar 15,01 persen, kemudian turun pada Maret 2020 menjadi sebesar 14,99 persen dan September 2020 dengan adanya pandemi, kemiskinan di Aceh meningkat menjadi 15,43 persen. Secara persentase, angka kemiskinan di Aceh tertinggi di Pulau Sumatera.

BPS Aceh juga mencatat dalam kurun waktu enam bulan tersebut, persentase penduduk miskin di daerah pedesaan dan perkotaan mengalami kenaikan. Di perkotaan, persentase penduduk miskin naik sebesar 0,47 poin atau dari 9,84 persen menjadi 10,31 persen. Sedangkan di daerah pedesaan angkanya naik 0,50 poin atau dari 17,46 persen menjadi 17,96 persen.

Menurut BPS Aceh ada beberapa faktor penyebab jumlah penduduk miskin di Aceh bertambah. Di antaranya ekonomi Aceh pada triwulan III-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,10 persen dibanding triwulan III-2019.

Selain itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebanyak 6,59 persen, lebih tinggi dibanding Februari 2020 sebesar 5,42 persen. Menurut BPS Aceh ada sebanyak 388 ribu penduduk usia kerja atau 10,01 persen terdampak Covid-19 pada Agustus 2020.

Photo: Ist

Pengamat Ekonomi Aceh yang juga merupakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Amri, SE, M.Si, Selasa (23/2/2021) di Banda Aceh, mengatakan, dengan didapuknya kembali Aceh berada diurutan pertama di Pulau Sumatera dengan persentase jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu sebesar 15,43 persen, kedepannya diharapkan perencanaan pembangunan dan pengelolaan anggaran Pemerintah Aceh lebih baik lagi dan tepat sasaran.

“Data penduduk miskin di BPS Aceh itu valid, tidak perlu diragukan. Jelas alat ukuran dan indikatornya. Yang perlu dirubah itu kebijakan perencanaan pembangunan dan penggelolaan anggaran, agar tepat sasarannya. Jika keduanya ini tidak dilakukan dengan baik, maka biar pun berganti pimpinan, tetap aja Aceh berada digaris kemiskinan,” kata Amri kepada AcehNews. Net.

Menurut Amri, bukan suatu hal yang mengherankan, jika Aceh masih terus berada digaris kemiskinan dan didapuk menjadi daerah termiskin di Pulau Sumatera, meskipun anggaran pembangunannya cukup besar.

“Kemiskinan di Aceh bukan tanggungjawab pemerintah di provinsi saja tetapi juga menjadi tanggungjawab 23 kepala daerah di kabupaten/kota. Apalagi Aceh ini, APBK cukup besar ditambah dana otonomi khusus, dan amat disayangkan belum bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Amri lagi.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala ini menilai, penyebab junlah penduduk miskin di Aceh bertambah karena kebijakan Pemerintah Aceh yang tidak fokus pada program pengentasan kemiskinan dan serta pengelolaan anggaran yang tidak tepat sasaran.

“Kalau salah di perencanaan pembangunan otomatis salah di pengelolaan keuangan negara. Anggaran itu otomatis tidak mengarah ke masyarakat miskin,” ujar dosen yang telah mendapat sertifikat Perencanaan Pembangunan (Planning) dan Penganggaran Uang Negara baik level Nasional dan Internasional di Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo, Jepang.

Dikatakan, kesalahan perencanaan pembangunan dan kesalahan pengelolaan anggaran keuangan negara tentu menyebabkan kebijakan Pemerintah Aceh tidak tepat sasaran pada pengentasan kemiskinan.

Ditanya program yang cepat untuk menuntaskan kemiskinan di Aceh, Amri mengungkakan, total jumlah penduduk Aceh sekitar 5,5 juta jiwa, mayoritas mata pencahariannya di tiga sektor yakni pertanian, perikanan, dan perkebunan. Inilah menurutnya yang harus didorong perekonomiannya oleh Pemerintah Aceh.

“Jadi yang paling cepat untuk mengentaskan kemiskinan adalah sektor pertanian yang pertama. Kedua, sektor perikanan, dan ketiga baru sektor perkebunan,” lugasnya.

Dia juga mengatakan, perputaran uang di Aceh masih sedikit, uang Aceh masih banyak perputarannya di luar Aceh. Aceh juga kata Amri masih bergantung pada Sumatera Utara (Medan).

“Sayur, telur, ayam, dan hasil pertanian serta perkebunan lainnya, kita masih bergantung pada Sumatera Utara, padahal lahan kita cukup luas,” tutur Amri.

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani. | Ist


Hal senada juga dikatakan Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani. Ia juga mengatakan, ada beberapa indikator kenapa Aceh terus miskin rakyatnya, diantaranya, Pemerintah Aceh dalam mengelontorkan anggaran publik lebih fokus pada infrastruktur dan sangat kecil menyentuh persoalan dasar yaitu sektor pertanian dan perkebunan.

“Proporsi anggaran di bidang ini sangat timpang dan bahkan kecil sekali, dan kalau pun anggaran di tempatkan tapi malah lebih banyak untuk pembukaan jalan pertanian dan bukan pada materi utama untuk mendorong pendapat petani,” ucap Askalani.

Ia juga mengatakan, Pemerintah Aceh sangat larut dalam kerja-kerja serimonial yang pada ujungnya hanya menjadi kerja rutin dan bahkan alokasi untuk mendukung kerja-kerja serimonial ini jauh lebih tinggi dibandingkan untuk post belanja yang langsung berdampak pada publik.

“Pemerintah Aceh tidak memiliki road map khusus dalam penanganan kemiskinan di Aceh, yang ada hanya road map bedah rumah dan itu tidak akan menyelesaikan masalah yang muncul, karena kemiskinan indeks nya bukan hanya soal pemenuhan soal rumah saja tapi juga bagaimana mendorong siklus pendapatan ekonomi,” sebut Askalani.

Lanjutnya, kemudian hal lain adalah Pemerintah Aceh tidak berani membuka jalur resmi perdagangan khsusus untuk menampung hasil pertanian yang dapat di ekspor keluar negeri, karena itu lebih rasional dari pada mengais investor yang sebagaian besar adalah para petualang broker dan bukan investor resmi.

Askalani memberi masukan kepada Pemerintah Aceh dalam penuntasan kemiskinan di Aceh, “jika merujuk pada indikator maka hal yang harus dilakukan adalah dengan membuat road map kemiskinan Aceh dan evaluasi anggaran yang harus ditujukan secara langsung pada upaya menurunkan angka kemiskinan”.

Selanjutnya ia menambahkan, kemudian soal stimulus kebijakan yang memang harus di fokuskan pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan kerena sektor ini adalah sektor riil dan menyentuh langsung upaya penanggulangan kemiskinan di Aceh.(Saniah LS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *