MaTA Nilai Dewan Pengawas Melemahkan Kerja KPK Dalam Pemberantasan Korupsi

BANDA ACEH | AcehNews.net – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai keberadaan Dewan Pengawas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan salah satu bentuk pelemahan terhadap penindakan terhadap korupsi di Indonesia dan memperpanjang proses waktu terhadap penindakan.

Hal ini disampaikan Koordinator MaTA, Alfian, kepada AcehNews.net di Banda Aceh pada Rabu (15/1/2020).

“Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang merupakan produk dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Kami nilai merupakan salah satu bentuk pelemahan terhadap penindakan terhadap korupsi di Indonesia dan memperpanjang proses waktu terhadap penindakan,” kata Alfian.

Lanjutnya, sehingga hal tersebut berdampak buruk terhadap kerja-kerja KPK, dimana pelaku berpeluang dapat menghilangkan barang bukti karena lambatnya izin penggeledahan yang diberikan Dewan Pengawas.

Ketakutan rakyat atas upaya pelemahan KPK dalam memberantas korupsi.di Indonesia, menurut Alfian, telah menjadi kenyataan penolakan oleh rakyat Indonesia pada saat revisi Undang-Undang KPK tersebut.

“Seperti kasus OTT terhadap Komisioner KPU dan parahnya lagi pelaku suap yang telah ditetapkan sebagai tersangka melarikan diri dua hari sebelum penindakan dilakukan, lantaran izin belum diberikan Dewan Pengawas,” ujarnya.

Menurut Alfian, apa yang dikhawatirkan dan ditolak publik dimana. “KPK dilemahkan bukan hanya dengan penempatan orang-orang yang sangat diragukan menjadi komisioner KPK, tetapi pelemahan KPK juga dilakukan secara sistematis melalui Revisi Undang-Undang KPK,” ujarnya lagi.

MaTA, dalam ini juga menilai, upaya Presiden untuk mengeluarkan Perpu terhadap KPK saat ini masih sangat relevan. Begitu juga keberadaan Dewan Pengawas KPK yang sama sekali tidak diperlukan, terutama ‘harus izin’ dalam wilayah penindakan. 

“Sehingga negara tidak dinilai, telah membuka peluang ‘bebas’ terhadap kejahatan luar biasa,” tambah Alfian.

MaTA secara tegas menolak revisi Undang-undang KPK menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Pun masyarakat sipil menolak untuk direvisi karena revisi merupakan bentuk pelemahan secara nyata terhadap KPK dan faktanya hari ini terbukti.

“Jadi, Presiden Republik Indonesia, Jokowi dan DPR periode lalu menjadi aktor pelaku yang patut diminta untuk bertanggungjawab,” demikian tegas Alfian. (Hafiz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *