KontraS Aceh Desak Pemerintah RI Selesaikan Kasus Munir

BANDA ACEH – Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) Aceh mendesak pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi dan Yusuf Kalla untuk segera menyelesaikan kasus pembunuhan Munir dan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya, khususnya di Aceh.

“Misteri pembunuhan Munir telah dibuka blak-blakan oleh jurnalis Amerika, Allan Nair ke publik di media. Ini sudah memperkuat, tunggu apalagi. Untuk itu, KontraS Aceh mendesak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, segera menangkap dan mengadili pembunuh Munir,” kata Koordinator KontraS Aceh, Destika Gilang Lestari, Rabu malam (29/10) di Banda Aceh.

Menurut Gilang pelaku pembunuh Munir bukan bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono saja, tetapi masih banyak dalang-dalang lainnya yang harus dikemukakan di depan publik. Begitupun pelanggaran HAM masa lalu yang menurut Gilang juga harus diselesaikan Presiden Jokowi.

Sebut Gilang, kasus pelanggaran HAM bukan saja kasus pembunuhan Munir, Talangsari di Lampung, atau pelanggaran HAM di Papua dan Aceh. Tetapi juga di daerah lainnya di Indonesia yang harus Jokowi-JK usut tuntas, dan serta menyeret para pelaku untuk diadili secara hukum.

“Seret para pelaku, adili mereka. Ini menjadi tugas Presiden dan Wakil Presiden di pemerintahan yang baru,” tutur Gilang kepada AcehNews.net Rabu malam (29/10) menanggapi belum tuntasnya kasus pembunuhan aktifis HAM, Munir dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia dan khususnya di Aceh.

Selain mendesak pemerintah RI tuntaskan kasus pembunuhan Munir,  pelanggaran HAM masa lalu, KontraS Aceh juga meminta agar turunan UUPA segera direalisasikan. Seperti pembentukan KKR dan Pengadilan HAM di Aceh. Padahal kata Gilang, Qanun (peraturan daerah) KKR sudah disahkan 27 Desember 2013 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), namun qanun tersebut masih mandeg di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena alasan UU KKR Nasional belum disahkan.

“Harusnya KKR sudah dibentuk satu tahun setelah UUPA disahkan. Tetapi kenyataannya hingga kini salah satu turunan UUPA itu belum direalisasikan, juga turunan UUPA lainnya. Sehingga ini akan terus menjadi persoalan dan pembentukan polimik baru karena ada hak-hak masyarakat Aceh yang belum juga dipenuhi pemeritah pusat,” kata Gilang mengakhiri wawancara dengan AcehNews.net di Banda Aceh. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *