Konflik Satwa Liar di Aceh Utara Diduga Kuat Karena Ilegal Logging dan Perluasan Lahan Perkebunan

LHOKSUKON | AcehNews.net – Konflik satwa liar dengan manusia seakan tak akan pernah berakhir hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi di lapangan salah satunya adalah praktek Ilegal logging dan juga perluasan lahan perkebunan baru yang tidak memperhatikan tata ruang wilayah.

Tak lama ini kawasan Aceh Utara juga terjadi konflik gajah dengan manusia tepatnya di daerah Simpang Keramat dan menyebabkan perkebunan warga rusak di obrak Abrik oleh kawanan gajah liar, tidak hanya disitu konflik juga pernah terjadi di Kecamatan Cot Girek dan Kecamatan langkahan sebelumnya.

Tingginya intensitas konflik satwa liar dengan manusia sendiri tidak lepas dengan banyaknya faktor antaranya diduga ilegal logging yang terjadi serta perluasan lahan perkebunan baru.

Kepala Balai Konservasi sumber daya alam (BKSDA) Provinsi Aceh, Agus Ariyanto yang di hubungi media AcehNews.Net, Rabu (29/7/2020) mengatakan, kalau dari umum berbicara ilegal logging di dalam kawasan hutan tentu saja itu mengganggu, habitat hidup dari satwa liar, bukan hanya gajah, kalau berbicara ilegal logging itu namanya kegiatan yang tidak legal otomatis itu pasti menganggu dari kehidupan satwa atau tempat hidup satwa yang ada di situ.

Sedangkan Terkait perluasan kebun menurutnya, “kalau itu memang terpola dan terkontrol mengikuti tata ruang yang sudah ada, saya rasa tidak jadi masalah. Tapi perluasan perluasan perkebunan yang tidak berdasarkan tata ruang wilayah setempat, atau tidak mengikuti wilayah- wilayah mana yang sudah ditunjuk sebagai area konservasi atau perlindungan itu mungkin yang bermasalah,” jelas Agus.

Dan ini saya berbicara secara umum bukan secara spesifik yang terjadi di Aceh Utara karena kami sendiri belum melakukan kajian lebih jauh.

Dirinya juga menekankan, bahwa praktek ilegal logging yang dilakukan dalam kawasan hutan itu menjadi salah satu faktor terjadinya konflik karena memang habitat hidup dari satwa liar itu terganggu.

Sedangkan terkait dengan perluasan lahan perkebunan sejauh mengikuti kaidah dan pola tata ruang yang ada, secara ekologi tetap terjaga pemanfaatannya juga terjaga, selama keseimbangan masih terjaga.

Saat media AcehNews.Net menanyakan, apakah selama ini pihak BKSDA sendiri pernah dilibatkan dalam hal perluasan perkebunan yang selama ini terjadi , dirinya mengatakan, bahwa selama ini pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan pihak terkait .

“Dan tentu saja kita ada beberapa evaluasi evaluasi bukan saja BKSDA dalam hal ini tentunya bersama-sama pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten terus juga dengan KSDA, kita selalu duduk bersama, selalu melakukan berdiskusi, kita kira apa yang perlu dilakukan kedepannya untuk menjaga kelestarian satwa liar yang ada di provinsi Aceh. Dan ini dinamis kalau memang ada yang perlu dilakukan evaluasi ya kita lakukan evaluasi kembali,” ujar Agus.

Lanjut dia, kalau berbicara ilegal otomatis akan ada dampak dan gangguan terhadap kelestarian lingkungan dan Satwa liar yang ada, dan ia lebih penekanannya ke situ.

“Dan kita juga akan melakukan duduk bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dikala ada kiranya evaluasi terhadap perkebunan yang ada,” ujarnya lagi.

BKSD Aceh, untuk penanganan konflik satwa liar dengan manusia yang terjadi di provinsi Aceh saat ini, selalu melakukan diskusi denga instansi terkat dan pemerintah daerah setempat, baik itu pemerintah gampong/desa.

Dirinya juga mengatakan terkait dengan gangguan gajah beberapa waktu lalu di Krueng Bare, BKSD akan duduk dan berkoordinasi dengan pihak pemerintah kabupaten Aceh Utara, untuk melakukan diskusi itu, dan mungkin melibatkan beberapa pihak terkait baik itu swasta maupun masyarakat.

“Kita sudah merencanakan dalam beberapa waktu ke depan dengan Pemkab Aceh Utara. Informasinya, Kepala Seksi KSDA wilayah I Lhokseumawe-Aceh Utara, sudah melakukan komunikasi dengan Pemkab Aceh Utara, guna mencari jalan keluar untuk meminimalisir konflik satwa yang terjadi di Aceh Utara,” tuturnya.

Dan selama ini pihak BKSDA sendiri di dalam setiap pertemuan dengan pihak pemerintah kabupaten maupun provinsi selalu menyampaikan faktor terjadinya konflik dan salah satunya praktek ilegal logging.

“Terkait konflik gajah di Krueng Bare sendiri posisi gajah saat ini terisolir di wilayah empat kecamatan itu yaitu Simpang Kramat, Sido Makmur dan itu perlintasannya gajah, nah itu yang perlu kita cari solusi. Dan kita juga telah melakukan pendataan terkait areal mana yang cocok, dan ini yang akan kita komunikasi nanti,” demikian pungkas Agus. (Syahrul)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *