Ini Dia Agar Anak Tidak Menjadi Agresif  


Akhir-akhir ini marak diberitakan anak sekolah dasar melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya di lingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya. Banyak faktor penyebab anak bisa berubah menjadi pribadi yang mudah melakukan kekerasan fisik kepada orang lain.

Dalam hal ini orang tua maupun keluarga harus peka dan cermat terhadap perkembangan anak. Menjaga/mengontrol anak agar menjadi pribadi yang baik bukan agresif. Dra Nur Janah Nitura, Psikolog, MM. CHt dan sekaligus Pimpinan Lembaga Psikolog Psikodista di Banda Aceh, Jumat (17/10) memaparkan kepada AcehNews.net hal-hal apa saja yang menyebabkan anak melakukan kekerasan terhadapa teman sebayannya.

Menurut Psikolog Aceh ini, anak sebagai imitator, social learning via modeling, agresivitas yang menular dan sejenisnya. Ada tiga hal yang perlu orang tua atau keluarga ketahui mengapa anak bisa melakukan kekerasan dan menularkan kekerasan kepada teman sebayannya. Yaitu:

  1. Modeling: anak yang menonton adengan via game, tv, dengan tokoh-tokoh imajiner secara intens dan terus menerus akan terjadi proses belajar sosial dan anak menjadikan tokoh tersebut sebagai model prilakuknya.
  1. Imitator/peniruan: anak cenderung secara spontan meniru apa yang dilihat dan didengarkannya sehingga anak memperagakan hal yang diamatinya.
  1. Agresivitas yang menular: kekerasan yang dilakukan oleh anak dapat menular ke per group/kelompok sebayannya disitu sehingga ada efek agresi/kekerasan yang menular.

Selain tiga hal di atas, Nur Janah menuturkan, orang tua atau keluarga perlu peka dan mencermati perkembangan prilaku anak mereka. Ada beberapa tanda sederhana yang bisa dicermati, seperti tiba-tiba anak suka melempar tas, memukul teman, melempar barang-barang lainnya, suka ngamuk, dan  suka menganiaya binatang.

“Ini merupakan tanda awal anak berprilaku agresif,” sebut Nur Janah.

Nah, bagaimana solusinya untuk mengatasi persoalan di atas ketika tanda-tanda itu sudah mulai ditemukan pada anak? Nur Janah menjawab, solusi  yang perlu dilakukan orang tua atau keluarga memulihkan anaknya baik yang menjadi korban atau pelaku kekerasan yaitu dengan terapi psikologis.

Karena kata Nur Janah, pada korban atau pelaku kekerasan akan terjadi trauma baik besar maupun kecil yang akan meninggalkan efek. Menurut dia, ada long lasting effect yang membutuhkan intervensi psikologis yang serius untuk recovery nya.

“Pelaku adalah korban. Karena pelaku adalah anak yang jadi korban komoditi teknologi seperti game dan korban regulasi longgar permerintah terhadap komoditi IT, perlu juga intervensi psikologis agar yang bersangkutan menjadi sosok yang sehat mentalnya,” jelasnya.

Terapi psikologis yang dilakukan untuk korban maupun pelaku dengan fokus sebagai berikut:

  1. Korban: pemograman ulang traumanya sehingga terproses dengan baik, yang bersangkutan perlu dibangun kembali rasa percaya diri, trust terhadap orang lain dan lingkungan dan positif terhadap dunia sekitar.
  1. Pelaku: pemograman ulang sehingga agresvitasnya menurun dan yang bersangkutan dapat mengembangkan nilai-nilai baru yang positif. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *