BKKBN Ajak Keluarga dan Remaja di Aceh Cegah Stunting

AcehNews.net – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadi salah satu lembaga yang diharapkan dapat bertanggungjawab menangani masalah stunting (kekerdilan pada anak). Penetapan itu disampaikan Presiden secara langsung dan lisan kepada Kepala BKKBN, Dr (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) saat dipanggil ke Istana Negara, beberapa waktu lalu.

Hal tersebut disampaikan, Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Drs. Sahidal Kastri, M.Pd, Rabu (25/11/2020) di Banda Aceh.

Menindak lanjuti keputusan presiden tersebut, lanjut Sahidal, BKKBN telah melakukan pertemuan, di antaranya dengan jajaran Kantor Wakil Presiden dan Kementerian Keuangan.

“Dalam penanganan stunting, BKKBN menjadi koordinator yang diarahkan di tingkat lapangan. Nantinya kita akan lebih fokus menggarap penanggulangan stunting pada target yang belum terselesaikan, akan menjadi perhatian utama BKKBN, terutama mendampingi remaja dan juga keluarga,” kata Sahidal.

Provinsi Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga tidak lepas dari ancaman stunting. Diketahui, provinsi paling ujung Pulau Sumatera ini, memiliki jumlah anak stunting terbanyak ke-9 dari seluruh provinsi di Indonesia. Kasus stunting di Aceh hingga Juni 2020 tercatat sebanyak 33.021 kasus. Kasus stunting tertinggi di  Aceh yaitu di Kabupaten Tamiang sebanyak 2.381 kasus, Aceh Tengah 1.865 kasus, dan Aceh Selatan 1.802 kasus (data Dinkes Aceh).

Mengapa Remaja dan Keluarga?

Saat ini, Indonesia sedang menyongsong era bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia 10 hingga 24 tahun mencapai sekitar 61 juta jiwa dan yang belum menikah sebanyak 54 juta.

Menurut Kaper BKKBN Aceh, jumlah remaja tersebut harus dilakukan pembinaan tentang perencanaan keluarga yang baik agar dapat menjadi calon orangtua yang baik dan berkualitas di masa depan .

“Ini akan terus kita upayakan dan kita jalankan karena mengingat remaja adalah awal mula dalam pembentukan sebuah keluarga, maka salah satu fokus dari program Generasi Berencana kita yaitu, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan remaja,” ucapnya.

Selanjutnya Sahidal menyebutkan, dintaranya Pendewasaan Usia Perkawiman (PUP), perencanaan kehidupan berkeluarga dan Kesehatan reproduksi remaja. Meningkatkan ketahanan keluarga yang tentunya diawali dari menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja.

“Kita harus memperkenalkan kepada remaja kita bagaimana sebenarnya secara ilmu kesehatan reproduksi. Berapa usia ideal menikah bagi laki-laki dan perempuan, serta sebaiknya melahirkan yang ‘sehat’ itu pada usia berapa,” jelas sahidal.

Untuk usia menikah yang dianjurkan BKKBN, sebut Sahidal, laki-laki pada usia 25 tahun dan perempuan 21 tahun. “Ini tentu ada alasan-alasan secara kesehatan reproduksi maupun alasan secara psikologi. Ini yang harus kita perkenalkan dulu kepada remaja kita dan kemudian juga perkenalkan bagaimana cara menghindari 4 terlalu. Terlalu muda menikah, terlalu tua melahirkan, terlalu dekat jarak interval kelahiran, dan terlalu banyak anak yang dilahirkan. Empat terlalu ini sangat berperan dalam langkah salah satu upaya mencegah stunting,” jelasnya lagi.

Selanjutnya, kata Kaper, penjelasan dan tentu penjabaran tentang keluarga, sehingga ketika 4 terlalu ini diketahui dan diimplementasikan di dalam keluarga, pernikahan usia anak dan stunting dapat dicegah secara bersamaan.

“Kita prediksikan stunting turun nanti pada 2024 yaitu sebesar 14 persen, itu kalau kita dari sekarang memberi pemahaman dan mengajak remaja kita dan keluarga cegah stunting,” ucap Sahidal.

Stuting di dalam keluarga yang paling perlu dilakukan adalah membiasakan diri hidup bersih dan sehat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stuting di dalam keluarga. Ada faktor sanitasi, kebersihan lingkungan dan air yang diminum, makanan, dan sebagainya. Ini pengaruh yang tidak langsung, kata Sahidal. Berpengaruh sampai 40 persen. Kemudian ada terkait faktor pola asuh yang salah, di sini kalau asuh yang berkaitan dengan permberian Air Susu Ibu atau ASI. Di Aceh kata Sahidal, pemberian ASI kepada anak, masih rendah, sekitar 30 persen.

“Kalau kita korelasikan antara rendahnya memberikan ASI secara ekslusif di Aceh dan tingginya angka stunting itu sangat berhubungan nampaknya. Makanya di dalam keluarga kita, setelah dia berkeluarga juga kita anjurkan, ibu memberi ASI kepada anak selama dua tahun ” kata Sahidal.

1000 Hari Pertama Kehidupan

Stunting dapat dicegah melalui pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Seribu Hari Pertama Kehidupan jelas Sahidal merupakan pengasuhan balita dengan rincian, yaitu 270 hari masa kehamilan,  730 hari setelah kelahiran sampai anak usia 2 tahun.

“Ini merupakan periode emas bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak sang buah hati. Menkokesra RI (2013) mengatakan, bahwa gerakan perbaikan gizi pada gerakan 1000 HPK adalah upaya pemerintah dalam perbaikan gizi anak,” kata Sahidal.

Lanjutnya, periode ini disebut dengan istilah Golden periode yaitu waktu yang kritis dimana jika tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen. Indikator yang menjadi tujuan dari gerakan 1000 HPK, antaranya menurunkan jumla stunting, dan meningkatkan ASI eksklusif selama  enam bulan.

“Remaja dan keluarga harus lebih kenal dan tau gejala stunting. Dengan kita mengetahui gejalanya maka lebih cepat kita mengantisipasinya di dalam keluarga sehingga tidak ada anak yang stunting dan mengalami gizi buruk,” demikian pungkas Sahidal.

Membentuk otak anak menjadi ‘bahan bakar’ pertumbuhan jiwa dan raga serta pembentukan sistem kekebalan tubuh yang kuat dan kokoh. Serta kecukupan nutrisi ibu dan anak pada periode 1000 HPK ini akan membantu anak memperoleh awal kehidupan yang terbaik.

Pada 1000 HPK ini juga dilakukan pemantauan tumbuh kembang anak karena beberapa hal yang sangat penting, yaitu mendeteksi dini gangguan tumbuh kembang anak, seperti gangguan pertumbuhan dan status gizi kurang atau buruk (stunting). (adv/*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *