YEL: Aceh Sedang “Membangun Bencana”

BANDA ACEH – Satu dekade pascatsunami Aceh, TM, Zulfikar, Aceh Communications Officer Yayasan Ekositem Lestari (YEL) di Banda Aceh mengatakan, 10 tahun setelah tsunami yang merenggut lebih dari 200,000 nyawa penduduk di Aceh, namunAceh masih sangat rentan terhadap bencana.

“Dalam satu tahun terakhir, Aceh telah dihantam oleh 70 bencana alam, 21 kali tanah longsor, 13 kali kekeringan, dan 36 kali banjir. Ada lebih dari 25.000 orang yang harus mengungsi pada banjir yang lalu yang mana 19.000 diantaranya berada di Aceh Timur,” sebut Zulfikar.

Lanjutnya, bencana tersebut diperburuk dengan proyek pembangunan yang tidak berkelanjutan. Akibatnya adalah dampak buruk terhadap kemanusiaan, ekologi, dan ekonomi serta bantuan senilai miliaran dolar dan investasi pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi tsunami menjadi sia-sia.

Pembangunan yang tidak berkelanjutan di Aceh, kata aktifis lingkungan Aceh ini,  mengindikasikan bahwa Aceh tidak memiliki kematangan perencanaan dan kebijakan terkait dengan sumberdaya alam dan pengelolaan resiko bencana yang menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

“Perhatian saat ini adalah RTRW Aceh yang baru. Tata ruang Aceh telah di sahkan pada level provinsi. Meskipun telah disetujui di Aceh, Pemerintah pusat melalui Kementrian Dalam Negeri telah mengirimkan beberapa koreksi yang harus diakomodir dalam rencana tata ruang Aceh sebelum disetujui di tingkat Nasional. Salah satu poin utama yang diabaikan dalam tata ruang Aceh adalah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN),” jelasnya.

Kawasan Ekosistem Leuser telah diakui oleh the World Conservation Unit (IUCN) sebagai salahsatu ”tempat yang paling tidak tergantikan”. Ironisnya, meskipun pengakuan ini telah ditetapkan, tata ruang Aceh yang baru tidak mengakui keberadaan KEL.

“Qanun RTRW Aceh seharusnya mewakili hukum dan komitmen politik pemerintah Aceh untuk melindungi hutannya yang berharga. KEL menyediakan jasa lingkungan yang sangat vital, suplai air untuk sektor pertanian dan mengatur serta mencegah banjir, erosi tanah, longsor yang melindungi setidaknya 4 juta orang yang hidup di bagian hilir Aceh,” sebut dia lagi.

Mantan Direktur Eksekutif Walhi Aceh ini mengatakan, prospek pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Aceh akan terancam, kecuali kalau perubahan dilakukan terhadap Qanun RTRW Aceh. Integrasi pembangunan yang mengedepankan keseimbangan antara aspek social ekonomi dengan lingkungan sangat dibutuhkan oleh Aceh untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *