Terkait Persoalan Perempuan dan Anak,
Jawaban Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Dinilai Belum Visioner

AcehNews.net | BANDA ACEH – Pada debat kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh kedua, Rabu malam (11/01/2017), di Amel Convetion Hall, Banda Aceh. Pasangan calon (Paslon) belum visioner dan masih normatif, menjawab pertanyaan yang dibuat panelis terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.

“Isu perempuan dan anak di Aceh, sesuatu yang urgen atau sangat mendesak. Namun amat disayangkan jawabannya tidak ada terobosan baru.  Terkesan belum ada perhatian yang khusus, padahal kasus kekerasan perempuan dan anak merupakan isu yang ‘seksi’ dan tidak saja menjadi perhatian nasional tetapi juga dunia,” ucap Zubaidah Azwan, masyarakat peduli perempuan dan anak kepada AcehNews.net, Kamis (12/01/2017) di Banda Aceh.

Zubaidah juga menyayangkan para calon gubernur dan wakil gubernur Aceh  di dalam visi dan misi mereka tidak menterakan secara poin khusus program yang bersentuhan dengan perempuan dan anak.

“Isu-isu ini tidak menjadi perhatian khusus. Padahal persoalan perempuan dan anak perlu penangganan khusus dan sudah seharusnya Paslon memiliki ide-ide baru dalam penangganan persoalan tersebut di dalam program kerja yang lebih khusus,” kata Zubaidah.

Sementara itu, Raihal Fajri, Direktur Katahati Institute yang juga hadir pada malam debat Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang disiarkan langsung di stasiun TVRI Aceh menanggapi,”menurut saya jawabannya belum visioner karena masih ada jawaban normatif. Belum ada jawaban terobosan baru dengan seabrek tantangan yang dihadapi perempuan dan anak. Kemudian pertanyaan dari panelis juga tidak bisa menggali lebih dalam terkait hal ini”.

Menurut Raihal, Paslon tidak membicarakan kasus secara parsial namun mampu mengintegrasikan keadilan gender dalam setiap lini pembangunan sehingga tantangan kekerasan terhadap anak dan perempuan bisa terjawab.

“Apa yang dikatakan Paslon semuanya melihat kekerasan terhadap perempuan dan anak itu bisa diselesaikan pada tataran program. Padahal akar dari kekerasan terhadap perempuan dan anak baik domestik maupun di ranah publik adalah berasal dari tidak terintegrasinya keadilan gender dalam setiap kebijakan sebagai nilai yang kemudian menjadi landasan pijak kebijakan yang dirumuskan,” demikian ujar Raihal. (saniah ls)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *