Gara-Gara Listrik, Investor Malaysia dan Singapura Ogah Berinvestasi di Aceh

AcehNews.net|BANDA ACEH – Gara-gara persoalan listrik, insvestor (orang kaya) di Singapura dan Malaysia tidak jadi berinvestasi di Banda Aceh dan Sabang. Hal ini diungkapkan Teuku Azril, Ketua Umum LSM Save Our Indonesia yang juga putra Aceh yang tinggal di Jakarta kepada AcehNews.net, Jumat sore (15/07/2016).

“Saya dan teman-teman berhasil memboyong orang kaya dari Singapura dan Malaysia  ke Aceh, kami bujuk mereka agar bersedia menginvestasikan uang nya di Aceh. Tetapi gara-gara persoalan listrik, mereka tidak jadi berinvestasi. Ada sembilan orang saya dan kawan-kawan bawa pada waktu itu, 2014 lalu. Kini kami tidak berani membawa investor ke Aceh sebelum persoalan listrik diselesaikan,” kata sarjana hukum Monash University Malaysia.

Putra kelahiran Singapura, 12 Maret 1989 itu menambahkan, orang-orang kaya yang dikenalnya di Malaysia dan Singapura tersebut tidak mempermasalahkan Peraturan Daerah (Perda/Qanun) dan apalagi situasi keamanan di Aceh yang sudah kondusif.

“Mereka (orang-orang kaya di Singapuran dan Malaysia)  tidak mempersoalkan soal Qanun atau Perda atau apalah nama aturan lain, kemudian  situasi Aceh (keamanan) juga tidak punya masalah. Saya sangat kaget ketika mereka menolak berinvestasi cuma persoalan listrik,” ujarnya.

Teuku Azril menambahkan, para investor yang dibawanya itu mengatakan, jika mereka melanggar Qanun Aceh, uang bisa jadikan NO menjadi YES, uang bisa jadikan OFF menjadi ON.

Namun perihal listrik itu kata Teuku Azril serius. “Para inverstor bertanya kepada saya, apakah kami harus bangun pembangkit listrik dulu? rekan-rekan yang hadir saat itu terdiam. Pada waktu itu kami tidak tahu, kalau Aceh ada masalah dengan listrik atau lebih tepat saya bilang krisis energy listrik,” kata Teuku Azril.

Pebisnis muda di bidang perhotelan dan pariwisata di Singapura dan Malaysia ini meminta agar Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah beserta PLN, duduk bersama membicarakan dan mencari solusi tentang persoalan listrik di Aceh.

“Aceh kan sudah ada beberapa pembangkit listrik antaranya PLTU di Nagan Raya, di PLTG Arun Lhokseumawe, dan PLTA Peusangan di Aceh Tengah yang belum beroperasi, jadi permasalahannya di mana? Kenapa sering terjadi pemadaman?” demikian tanya Teuku Azril.

Aceh Memiliki 397 MW Listrik?

Menjawab hal ini, Deputi Manajer Hukum dan Humas PT. PLN Wilayah Aceh, T Bahrul Halid yang dikonfirmasi AcehNews.net mengatakan, saat ini Aceh sudah memiliki sekitar sekitar 397 MW listrik. Jumlah itu menegaskan Aceh sudah swasembada listrik, tetapi faktanya listrik di Aceh masih sering terjadi pemadaman.

Dari jumlah yang disebutkannya, T. Bahrul merincikan, 397 MW itu didapatkan dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Nagan  I dan Nagan II  sebesar 180 MW (masing-masing 90 MW). Sedangkan di PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) Arun di Lhokseumawe sebesar 184 MW, dari EAS Surya Paloh di Meulaboh sebesar 20 MW, dari KKA 10 MW, dan dari PLTD Lueng Bata di Banda Aceh 3 MW.

“Beban puncak kita 340 MW, jadi kita (Aceh) ada lebih 57 MW, itu jika kita tidak ada masalah pembangkit, tetapi kalau ada masalah satu drop di pembangkit atau rusak, listrik jadi padam. Jadi sekarang kita memerlukan mesih cadangan,” jelas T. Bahrul.

Deputi Manajer Hukum dan Humas PT. PLN Wilayah Aceh ini mengatakan, kendalanya yang dihadapi mengapa lisrik Aceh tiba-tiba terjadi pemadaman. Antaranya sebut dia, persoalan PLTU Nagan Raya yang investornya dari Cina,  sering mengalami kerusakan, karena generator produk Cina, bahan material logam dan listriknya tidak tahan temperatur tinggi.

“PLTU Nagan I dan Nagan II perlu sparepart (suku cadang) yang tahan panas. Sehingga tidak terjadi kerusakan pembangkit yang menimbulkan defisit daya,” jelasnya.

PLTU di Nagan Raya mensuplai arus ke Meulaboh, Gempang, Tangse, sebagian ke Sigli, sebagian Merdu sebagian Bireuen, Aceh Besar, dan Banda Aceh.

“Kami sudah mengungkapkan masalah ini ke dewan maupun Pemerintah Aceh, malah Ketua DPRA sudah kami bawa ke PLTU Nagan untuk melihat sendiri. Kami berharap permasalahan ini bisa dicari solusinya bersama, dan  suku cadang  (sparepart) yang tahan panas bisa cepat didapatkan, sehingga masalah kerusakan pembangkit di PLTU Nagan tidak terjadi lagi yang menyebabkan terjadinya defisit daya,” harap T. Bahrul.

PLTU Nagan I dan Nagan II di atas kertas tertulis produksinya sebesar 180 MW, tetapi produksi listrik yang dihasilkan kata T. Bahrul sebesar 160 MW (masing-masing 80 MW).  Sementara itu persoalan lain yaitu mesin PLTD Lueng Bata yang kata T. Bahrul mesinnya sudah tua sering mengalami kerusakan dan dari 10 MW yang dihasilkan kini tinggal 3 MW lagi.

“Kita butuh mesin cadangan selain sparepart untuk PLTU Nagan. Sekarang ini juga kami sudah membeli arus listrik dari EAS Surya Paloh sebesar 20 MW dan KKA sebesar 10 MW. Sedangkan 15 MW dari PT SAI belum bisa kami beli karena memasang harga yang tinggi yaitu Rp1.200 /Kwh, kami hanya sanggup membeli Rp860/Kwh yang kami jual kepelanggan Rp680/Kwh,” demikian ungkap T. Bahrul di Banda Aceh. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *