Amiruddin, Seniman Abdya Bermodalkan Rapa’i  

Dari kecil memang sudah menyukai dentuman dan bunyi-bunyian seperti rapa’i. “Kalau sudah mendengar rapai, saya tidak bisa tertidur sebelum melihatnya.”

Sukses melakoni dunia seni, hampir seluruh pelosok Indonesia didatangi oleh pemuda lulusan Sarjana Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh ini, untuk mengikuti berbagai even.

Amiruddin, sarjana Pendidikan Agama itu mengaku sudah menyukai dunia seni sejak ia menduduki bangku perkuliahannya. Sejak kuliah ia aktif di salah satu Unit Kegiatan Kampus  Sanggar Seni Seulaweut.

Karena sudah terlalu menyukai dunia seni. Saat mengikuti mata kuliah akhir, kuliah pengabdian masyarakat (kpm), di Desa Lambaru Angan Aceh Besar. Ia pun sempat mengajarkan kesenian kepada anak-anak di desatersebut. Hingga mendirikan sebuah sanggar yang diberi nama Sanggar Seni Bungoeng Jaro.

“Ingin melanjutkan kuliah di bidang seni, namun waktu itu saya belum tahu tentang dunia perkuliahan, saya tidak tahu bahwa ada jurusan kesenian di Unsyiah, maklum saja karena dari kampung, saya tidak terlalu update informasi tentang perkuliahan, hingga akhirnya saya memilih untuk mengikuti tes perguruan tinggi di IAIN saja.

Alhamdulillah saya lewat di jurusan pendidikan agama, namun setelah beberapa bulan saya kuliah, saya mendengar bahwa di sana ada sanggar Seni Seulaweuet, lalu saya pun tertarik untuk ikut dan ingin masuk kesana,” tutur Amir

Putra dari pasangan Abbas dan Saunnas, ini mengaku memang sudah memiliki bakat dari sejak kecil. Darah seni yang mengalir dari ibunya yang suka merajut, bersyair, membuat ia terbiasa dengan kesenian.

Setelah menyelesaikan sarjana nya tahun 2010 lalu , ia pun memutuskan untuk langsung kembali ke kampung halaman. Di desa Lama Inong,  Aceh Barat daya. dengan membawa bekal ilmu yang telah ditimbanya selama dibangku perkuliahan, dan juga ilmu seni yang telah ditekuni selama belajar di sanggar seni seulaweuet.

Sempat merasakan menjadi seorang pengangguran, walaupun tidak ada tawaran untuk ia mengajar.  Aktifitas sehari – harinya tetap dengan memukul rapa’i. “Walaupun saya tidak ada pekerjaan, namun saya selalu mengisi hari-hari dengan meniup seruling dan rapa’i yang saya punya, dari hasil yang saya dapatkan waktu masa kuliah dulu”. ungkap pemuda murah senyum ini.

Setalah sempat merasakan letihnya menjadi seorang lulusan tanpa pekerjaan selama beberapa bulan. Hanya bermodalkan rapa’i,  kini ia berhasil memetik perhatian dari banyak kalangan. Amir kini sudah menjadi guru kontrak dan honorer di beberapa sekolah, seperti SMA Unggul Harapan Persada, SMP Tunas Nusa, MTsN. Dan juga menjadi Ketua di Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya, bidang Musik.

Seni bagi nya sudah menjadi sahabat, karena seni yang selalu menemani hari-harinya, tanpa seni pemuda ini seakan hidup kurang sempurna. “Seniman itu memberi dengan ikhlas. Menghibur orang lain tanpa mengharap apa pun, karena dalam dunia seni materi itu datang dengan sendirinya,”

Mengajar di bidang pendidikan agama tetap, akan tetapi lebih banyak mengajar kesenian di sekolah-sekolah, baik tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena abdya sendiri juga masih kekurangan guru dibidang kesenian,” tambah Amir saat disela-sela ia mengajarkan tarian kepada muridnya. Jelas Amir

Even yang pernah ia ikuti diantaranya, Gelar Budaya Aceh IV di Kampus ITB Bandung Tahun 2007, Festival Nasyid Se-Sumatra di Medan Tahun 2008, Jambore Pemuda Indonesia di Kalimantan, tahun 2010, Bhakti Pemuda Antar Provinsi di Riau, menjadi pendamping pada Jambore Pemuda Indonesia dan Asean di Palu Sulawesi tahun 2012, dan Penampilan tari Rapai Geleng dan Saman, pada acara pertemuan kepala balai sejarah dan pelestarian seni budaya Nusantara. (zuhri noviandi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *