Aceh Merugi Rp10 Triliun Akibat Kesalahan Pembangunan dan Bencana

AcehNews.Net|BANDA ACEH – Bencana longsor, banjir sedang melanda Aceh akhir-akhir ini tidak lain disebabkan oleh kesalahan pemerintah dalam mencipta pembangunan yang tidak  memastikan berwawasan lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh memprediksi provinsi ini merugi Rp10 triliun lebih.

Direktur WALHI Aceh, M. Nur, Selasa kemarin (27/10/2015) di Banda Aceh mengatakan, kerugian sekitar Rp10 triliun itu akibat kesalahan merancang pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan dan diperparah terjadinya alih fungsi hutan diberbagai kabupaten untuk pembangunan dengan dalih perbaikan ekonomi dan mempermudah akses warga.

Jelas M. Nur, secara umum struktur tanah yang lembab,  tingkat curah hujan tinggi jusru adanya akumulasi air dalam jumlah besar sehingga terjadi bencana ekologi diberbagai wilayah antaranya di Aceh Barat, Blangkejeren, Aceh Tenggara, Aceh Utara, dan Nagan.

Kata Direktur WALHI Aceh, kebijakan RPJM dan Qanun RTRWA No. 19 Tahun 2013-2033 dipasal (16),(17) dan (18) telah merencanakan pembangunan yang sudah dan akan kembali membelah hutan Aceh dalam skala besar tanpa kajian lingkungan hidup sesuai amanat UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH serta turunannya.

Sebut M. Nur, data resmi pemerintah Aceh melalui Bappeda sampai 2014 menyebutkan panjang jalan di Aceh mencapai 17.212,28 Km. Tahun 2010 jalan nasional mencapai 1.782,78 Km dan provinsi 1.847,91 Km serta jalan kabupaten/kota 13.581,59 Km.

“Kami mencurigai kajian dan izin lingkungan tidak ada disemua ruas, oleh karenanya kami mendorong Penegak hukum aktif mengawasi pembangunan Aceh, artinya kami berharap tidak semua pihak mesti berjibaku dengan persoalan  bencana saja, tapi unsur kesengajaan manusia mestinya dapat di pastikan oleh penegakkan hukum,” kata M. Nur.

Masih kata M.Nur, WALHI Aceh menilai beberapa ruas jalan diregion tengah, pantai barat, dan pesisir Aceh jusru tidak sesuai dengan peruntukan tata guna hutan dan lahan, tetap saja dipaksakan pembukaan jalan yang jusru menyebabkan longsor dan banjir bandang, harusnya aspek pembangunan benar-benar melewati unsur kajian hukum lingkungan hidup tanpa ada koropsi kebijakan dalam setiap pembangunan.

“Akibat ini, Aceh mengalami kerugian lebih dari Rp10 triliun hingga menjelang akhir 2015 akibat pengeluaran perbaikan longsor, penanggulangan bencana banjir dan kehilangan hutan Aceh mencapai 850 ribu hektare akibat illegal logging, kerusakan hutan akibat izin HGU dan pertambangan,” sebut Direktur WALHI Aceh.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, maka ditetapkan: Kerugian Ekologis merusak struktur lahan gambut sebesar 1000 Ha dengan tuntutan ganti rugi Rp366 miliar lebih atas kehilangan fungsinya sebagai penyimpan air. Untuk mengganti fungsi gambut yang rusak sebagai tempat penyimpan air tersebut maka perlu dibangun tempat penyimpanan air buatan (reservoir), dengan perhitungan biaya yang tidak murah.

Catatan WALHI Aceh hingga saat ini Aceh kehilangan hutannya mencapai 850.000 hektare, dan pengembalian fungsi hutan per 1 hektare menghabiskan anggaran Rp3 miliar lebih, maka Aceh sebenarnya mengalami kerugian yang luar biasa atas bebagai pembangunan yang salah desain.

“Kondisi warga yang terkena dampak atas kesalahan kebijakan masih saja dibayar murah seharga indomie dan bantuan telur, harusnya pemerintah belajar dari kondisi yang menyebabkan masyarakatnya menderita atas keterburukan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup diakibatkan oleh bencana ekologis  karena campur tangan manusia itu sendiri,” demikian kata M.Nur mengkritik Pemerintah Aceh. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *