Kejutan Soal Mitos Konsumsi Lemak

Pagi ini, sambil menemani anak saya sarapan pagi, saya berolahraga. Jalan cepat di dalam rumah, dari depan sampai belakang bolak-balik, 40 kali. Sekitar 20 menit. Lalu mengkonsumsi sepiring wortel rebus dan segelas susu. Oh, ya bangun pagi sebelum shalat Subuh, saya meminum segelas air putih. Saat saya menulis ini, sekitar jam 0.9.00 wib, saya sudah mengkonsumsi tiga gelas air putih. Nice try;-)

Resolusi 2015 saya yang terpenting adalah, hidup lebih sehat. Lahir dan batin. Di usia sekarang, menjelang setengah abad, soal penampilan dan bentuk badan bukan prioritas. Lagipula saya kurang suka olahraga, kecuali jalan kaki dan bersepeda. Tahun lalu saya pernah rajin ke fitness center, mengencangkan otot dan badan. Begitu rajinnya sampai di bulan puasa pun, siang hari saya melewatkan waktu di gym, yang kebetulan jaraknya dekat. Berjalan lima menit dari kantor di kawasan Epicentrum. Bayarnya juga mahal, belum lagi membayar pelatih pribadi.

Ketika harus berkantor juga di Pulogadung, urusan ke gym terlantar. Sejak 7 bulan terakhir praktis saya jarang berolahraga. Banyak melakukan perjalanan juga membuat berat badan naik, karena sulit melewatkan makanan lokal yang enak-enak. Biasanya saya makan lebih banyak saat dalam perjalanan, kuatir sakit. Kalau sedang ke luar negeri, terutama urusan pribadi, frekuensi jalan kali lebih banyak, karena transportasi publik memadai. Di dalam negeri malah ke mana-mana naik mobil.

Dalam rangka hidup lebih sehat itu, pagi ini saya tertarik membaca sebuah artikel di laman the economist. Tautannya ada di linimasa @raju, milik Raju Narisetti, jurnalis senior di AS.  Judulnya mengambil dari judul buku, The Big Fat Surprise: Why Butter, Meat and Cheese Belong in a Healthy Diet.  Penulisnya adalah Nina Teicholz, seorang jurnalis.

Dibukunya, Nina membongkar mitos lama yang menyatakan bahwa penyebab utama penyakit jantung dan penyakit lainnya adalah terlalu banyak konsumsi lemak jenuh, sebagaimana yang ada pada daging, mentega dan keju. Nina justru merekomendasikan memasukkan ketiga jenis makanan itu dalam konsumsi sehari-hari agar badan lebih sehat. Yang lebih berbahaya adalah konsumsi karbohidrat yang memicu produksi hormon insulin.

Kesimpulan Nina buat saya bukan hal baru. Saya yakin banyak diantara kita yang juga tahu bahwa kadar insulin dalam darah yang tidak terkontrol berbahaya. Diabetes kian menjadi penyakit yang merenggut banyak nyawa, komplikasinya ke berbagai jenis penyakit termasuk penyakit jantung. Ayah saya diabetes. Keluarganya banyak yang meninggal karena penyebab yang sama.

Kendati memahami bahayanya diabetes yang diakibatkan hormon insulin yang tidak terkontrol, banyak yang masih menganggap lemak lah penyebab utama serangan jantung, dan karenanya lemak harus dijauhkan dari pola diet. Menurut riset yang dilakukan Nina, banyak perempuan yang diet rendah lemak justru berisiko lebih tinggi terkena penyakit jantung.

Nina tertarik menulis buku ini karena pengalaman pribadi. Awalnya dia adalah menganut diet rendah lemak, bahkan cenderung ke arah vegetarian.   Lalu, mendapat tugas sebagai jurnalis yang harus menulis soal makanan. Jadi, dia banyak mencicipi makanan di berbagai restoran. Segala macam makanan yang enak-enak, dan berlemak! “Herannya, berat badan saya justru turun 10 pound, padahal bertahun-tahun saya gagal menurunkan berat badan. Kadar kolesterol saya juga membaik,” kata Nina dalam wawancara dengan Doktor Frank Lipman, pengelola sebuah situs gaya hidup sehat.

Berat badan naik, badan rasanya enak, kolesterol turun, padahal makan makanan enak berlemak setiap hari? Kog bisa?

Ini memicu keingintahuan Nina, dan membuatnya membongkar banyak riset dalam 50 tahun terakhir dan mewawancarai sejumlah ahli. Hasilnya, buku setebal 479 halaman. Ini tulisan the economist:

“Menyantap makanan yang mengandung lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol dalam darah,” kata Asosiasi Jantung Amerika (AHA). “Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.” Peringatan dari AHA selama bertahun-tahun dianggap sebagai fatwa dari sebuah otoritas di bidang ini. Pemerintahan dan para dokter menyebarluaskan pernyataan ini ke seluruh dunia. Melahap terlalu banyak daging dan mentega, sap-siaplah mati muda.

Debat yang disajikan oleh Nina dalam buku Big Fat Suprise bukan dimaksudkan menyerang para ahli gizi. Peringatan tentang bahaya lemak mengubah bagaimana perusahaan makanan melakukan bisnisnya, bagaimana orang makan, bagaimana dan berapa lama mereka akan hidup. Penyakit jantung memuncaki penyebab kematian di AS, juga di seluruh dunia. Pertanyaannya adalah, apakah lemak jenuh adalah satu-satunya yang patut disalahkan?

Menyalahkan lemak jenuh, kelihatannya sederhana. Lemak mengandung lebih banyak kalori per gram daripada karbohidrat. Mengkonsumsi lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol yang pada gilirannya memicu masalah jantung. Pelan-pelan, Nina membantah argumentasi ini. Buku ini dilengkapi lebih dari 100 halaman catatan dan kutipan definisi dari riset nutrisi beberapa dekade, termasuk penjelasan rinci metodologi yang dilakukan para penelitinya,

Nina membongkar siapa akademisi yang pada awalnya menjadikan lemak sebagai “musuh” sekaligus yang terus-menerus memeranginya. Diantaranya yang paling terkenal adalah Ancel Keys, profesor di Universitas Minnesota, yang hasil kerjanya membuatnya menjadi sampul depan majalah Time di tahun 1961.

Prof Keys lewat riset yang berjudul “Seven Countries Study”, meyakini bahwa penyebab kematian akibat penyakit jantung, kanker dan diabetes adalah konsumsi lemak, khususnya lemak jenuh. Dia memaparkan data mengapa pria separuh baya di dunia meninggal dunia karena serangan jantung. Solusinya: kurangi konsumsi lemak.

Keys dan mereka yang mendukung studi ini berhasil memaksa pemerintah AS memasukkan hasil studi dan rekomendasinya sebagai menjadi panduan bagi pemerintah kala pertama kali menyusun panduan diet pada 1980-an. Kurangi makan daging merah dan susu serta sumber makanan lain yang berlemak. Ada yang bersikap skeptis terhadap teori ini, dan bertahun-tahun termarjinalkan.

Propaganda negatif terhadap lemak, kata Nina, tidak didasarkan pada penelitian mendalam. Dia menunjukkan beberapa lubang kelemahan dalam riset mengenai hal ini, diantara yang dia teliti adalah Jantung Framingham, Studi Tujuh Negara, Percobaan Veteran Los Angeles. Di bukunya Nina menuntun pembaca menemukan masalah dalam metodologi penelitian, juga hasil riset yang luput dari pengamatan. Upaya Nina membuat saran ahli gizi yang selama ini menyarankan diet rendah lemak untuk kurangi risiko penyakit jantung kian lemah dasarnya.

Mitos kurangi lemak itu memang mencengkeram dan pengaruhi pendapat dari akademisi dan pemerintahan. Perusahaan makanan dengan senang hati mengganti lemak hewan dengan minyak sayur yang lebih murah. Mereka mulai menghilangkan lemak jenuh dari produk mereka dan menggantinya dengan minyak sayur yang mengandung zat polyunsaturated . Padahal, kalau dipanaskan, minyak sayur ini sama bahayanya dengan lemak jenuh. Nah!

Saran untuk diet rendah lemak juga menjadi panduan bagi perusahan makanan yang menjual biskuit, sereal dan beragam cemilan, dengan pemikiran, ketika orang mengurangi konsumsi lemak, mereka akan mencari pengganti yang lain untuk memenuhi rasa lapar.

Tak heran, pada 1995, AHA merekomendasikan cemilan “kue-kue rendah lemak”, “biskuit rendah lemak”, permen, permen karet, gula, sirup, madu dan segala jenis makanan mengandung karbohidrat lain. Amerika mengkonsumsi hampir 25% lebih banyak karbohidrat pada tahun 2000 dibandingkan pada tahun 1971.

Hasilnya? Jumlah kematian akibat peyakit jantung, diabetes dan kanker terus meningkat, bahkan diantara yang melakukan diet rendah lemak.

Pada tahun-tahun belakangan berkembang studi yang mempertanyakan sikap anti lemak itu. Nina, dalam bukunya mengikuti pekerjaan Gary Taubes, jurnalis sains yang meragukan ada hubungan antara lemak jenuh dengan kesehatan. Kian banyak bukti yang menunjukkan bahwa penjahat sebenarnya adalah kadar insulin, hormon. Meningkatnya kadar insulin saat kita mengkonsumsi karbohidrat.

Sampai saat ini, kendati orang makin waspada terhadap bahaya mengkonsumsi gula, tapi ketakutan terhadap lemak jenuh masih kuat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung bakal mencapai 20 juta orang. Jumlahnya akan terus meningkat. Proporsi kematian yang disebabkan oleh penyakit ini sekitar 30 persen dari total kematian. Data ini saya kutip dari http://www.tanyadok.com/kesehatan/penyakit-jantung-di-indonesia-dalam-angka

Sementara laman viva.co.id, menyebutkan jumlah penderita diabetes di seluruh dunia telah menyentuh angka yang mengkhawatirkan. Menurut Federasi Diabetes Internasional (International Diabetes Federation/IDF), jumlah kasus diabetes naik dari 371 juta pada tahun lalu menjadi 382 juta pada 2013. Mengutip Reuters, sebagian besar kasus yang terjadi adalah diabetes tipe 2. Untuk diketahui tipe ini terkait erat dengan obesitas dan kurangnya aktivitas olahraga. Epidemi tersebut semakin menyebar karena lebih banyak masyarakat di negara berkembang mengadopsi gaya hidup perkotaan dari dunia Barat.

IDF bahkan memprediksi jumlah kasus diabetes melonjak tajam sebesar 55 persen, menjadi 592 juta pada tahun 2035 mendatang. Saat ini, angka kematian akibat diabetes mencapai 5,1 juta per tahun atau satu orang setiap enam detik.

“Perjuangan melindungi orang dari penyakit diabetes dan komplikasinya yang bisa mengancam jiwa serta melumpuhkan, telah hilang,” tulis IDF dalam edisi ke-6 Diabetes Atlas.

Jadi, buku Nina Teicholz bisa menjadi salah satu rujukan jika Anda ingin hidup lebih sehat. Saya pernah berhasil menurunkan berat badan dan sekaligus merasa lebih sehat saat menjalankan diet ala food combining, tahun 2000-an saat masih harus tampil di layar televisi memandu acara bincang-bincang. Berat badan turun dalam tiga bulan ke angka ideal. Turun sekitar 12 kilo. Wajah menjadi lebih segar. Tentu saja saya juga rajin berolahraga saat itu. Tapi, intinya dengan metode ini kita boleh makan apa saja, termasuk makan stik daging. Kuncinya adalah kombinasi saat makan, jangan mengkonsumsi protein dan karbohidrat dalam waktu bersamaan.

Pola ini mungkin sejalan dengan hasil riset di buku Big Fat Surprise. Kita memerlukan beragam nutrisi bagi tubuh, yang lengkap. Porsinya yang dijaga, jangan berlebihan. Seperti ajaran dalam agama kan? Berhentilah makan sebelum kenyang. ##

Di bawah ini saya kutipkan komentar dalam artikel the economist. Pusing juga kalau kita harus pake banyak teori untuk hidup sehat. Nikmati saja.

“Run. Don’t run. Walk. It’s better. Don’t walk in the mornings, there’s too much smog in the air. Walking in the evenings isn’t good for digestion and there must be at least a 3 hour gap between walking and bedtime. Play. But don’t play impact sports. Those would cause permanent damage to your knees and joints. Swim. But remember the water in most pools are not clean and will lead to skin damage.

In any case, exercise does not really matter. Your diet does. Breakfast, like a King, lunch like a prince and dinner like a pauper. That’s bullshit. Eat 5 times a day in small equal quantities. No. Focus on proteins. Eat white meat, avoid red meat. Eat only fish. Eat only chicken. Eat only eggs. make that only the egg white. That’s a recipe for high cholesterol! Eat only fruits, veggies. Eat only leafy veggies. don’t eat leafy veggies because they have worm eggs in them. Avoid other veggies they have high carbs and lead to gas attacks. Eat that ugly looking Brazilian jungle vegetable, it cures cancer. No avoid it! it leads to impotence. Stick to fruits but avoid the skin. No eat only the skin, they’re rich in proteins. But don’t eat the fruits which have red seeds they are poisonous and green fruits should be avoided if they were purple flowers.

Drink milk. But not buffalo milk, drink cows milk. But make it skimmed. No skimmed is processed, drink goat milk no camel milk. Don’t drink milk!the body cannot digest milk after the age of three. Drink mother’s milk? only till three.
Drink? Water. But not from the tap. Mineral water. Which is tap water only dirtier. No only water from the Alps. Drinking is good. Small quantity of alcohol helps keep the arteries from clogging. But drink only wine. Red wine. but only with white meat. But now since no white meat there can’t be no wine. Drink only coffee and tea. No they cause damage over the long run. Drink green tea. No it causes prostrate problems.

Don’t smoke! it causes cancer. Smoke cigars less tar. Beedis are better. But cause ulcer. Smoking up is best. Pot is bad. It is medicine. Yogis smoke up. Yogi’s go nowhere. Breathing the air in any city is equivalent to smoking 20 cigarettes.

Welcome to the age of information. You are now better informed about every aspect of your health and can take informed decisions about leading a healthier, happier and emotionally stable life.” (unilubis.com)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *